Judul: Walk Away
Penulis: Dilaika Septy
Terbit: November 2012
Penerbit: Bentang Belia
Tebal: 212 halaman
Harga: Rp37.000
Novel ini mewartakan kisah tentang perseteruan dua
remaja yang duduk di bangku SMA Pramudya. Perseteruan antara Yoga dan Alvi itu
lama-lama berkembang menjadi permusuhan sengit seperti Tom dan Jerry.
Yoga sadar tidak pernah bisa disiplin, sering telat
bila rapat bersama teman-teman. Meskipun demikian, seharusnya tidak lantas Alvi
menyalahkannya terus-terusan. Baginya, Alvi adalah jelmaan kuntilanak yang
berkeliaran di sekolah dan berusaha meneror secara berlebihan. Adapun bagi
Alvi, Yoga adalah anak bandel yang malas berubah meskipun saran dan masukan
dari beberapa teman terus berdatangan.
NCC (Nature Care Community), salah satu
komunitas di SMA Pramudya yang memiliki perhatian dan kepedulian pada
lingkungan, diikuti Yoga. Bersama anggota lainnya, ia kerap mengadakan
penyuluhan-penyuluhan kesehatan, bakti sosial, dan kegiatan lain pada
masyarakat. Di komunitas inilah dia bertemu Alvi, seseorang yang lebih pantas
disebut musuh bebuyutan daripada teman.
Karena sering bertemu, Alvi merasa kebencian
terhadap Yoga menjadi-jadi. Kekurangnyamanan terhadap sikap Yoga yang seenaknya
sendiri dalam rangkaian kegiatan NCC membuat Alvi muak dan memprotesnya. Alvi
menilai Yoga tidak pernah berupaya bersikap dewasa dengan mengubah
kebiasaannya. Dalam benak Alvi, lelaki satu itu memang egois dan enggan
memahami perasaan orang lain. Dengan demikian, Alvi meyakini, apabila
dibiarkan, Yoga akan menjadi penghambat perkembangan dan kemajuan komunitas
maupun dirinya sendiri.
Yoga dan Alvi kikuk bila kerja sama. Mau tidak mau,
mereka harus menunjukkan kekompakan dan persaudaraan serta mengakhiri
permusuhan alias gencatan senjata. Seperti halnya ketika mereka harus pergi
bersama ke acara Go Green. Karena terpaksa, Alvi bersedia dibonceng
Yoga. Akan tetapi, dalam hatinya, ia bertanya, "Kapan ini akan
berakhir?" (halaman 9).
Bukan hanya dalam urusan komunitas, kebersamaan
keduanya ternyata sukar dihindari saat berada di sekolah. Misalnya, ketika Alvi
dan Yoga harus bersama-sama mengikuti ujian susulan. Sungguh, mereka tidak
pernah menyangka bahwa Pak Anwar, guru fisika, menyuruh mengerjakan soal dalam
hari, jam, dan tempat yang sama (halaman 11).
Akan tetapi, di balik cuek-nya Yoga, rupanya dia
memunyai perhatian terhadap kaum hawa. Hal itu dia tunjukkan pada Keysha,
saudara barunya. Kepergian mama Keysha beberapa bulan silam membuat papanya
mengambil tindakan dengan menikahi mama Yoga agar perjalanan rumah tangga tetap
berjalan sesuai harapan.
Perseteruan Yoga-Alvi kian menjadi. Seolah-olah tak
akan pernah ada nota kesepakatan keduanya untuk menghentikan permusuhan. Dalam
keadaan demikian, Yoga mulai melakukan introspeksi. Ia bertanya pada diri
sendiri mengapa Alvi, teman sekomunitasnya, membencinya setengah mati.
Berbagai upaya dilakukan Yoga supaya Alvi rela
memaafkan sampai-sampai pernah memintanya lewat radio. Sesuai tugasnya, penyiar
menyampaikan permohonan Yoga. Untunglah, pada waktu itu, Alvi
"mengudara" dan berada dalam frekuensi yang sama. Ia hampir tidak
percaya Yoga melakukan itu demi mendapat maafnya.
Di lain waktu, Yoga mengajak berbicara Alvi empat
mata. Dengan tulus, ia berkata, "Kamu penting banget buat aku, Vi."
Melihat Yoga berlutut begitu lama, Alvi tidak tega. Akhirnya, ia mau memaafkan
Yoga (halaman 140).
Novel ini mengajarkan untuk selalu bersikap lapang
dada dan membuka pintu maaf seluas-luasnya bagi sesama. Selain menyajikan
problem kehidupan pelajar di sekolah, novel ini memberi jalan keluar setiap
masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar