Judul:
History of Earth (Menyingkap Keajaiban Bumi dalam Al-Quran)
Penulis:
Agus Haryo Sudarmojo
Terbit:
Maret 2013
Penerbit:
Bunyan (Bentang Pustaka)
Tebal:
xvi + 220 halaman
ISBN:
9786027888180
Harga:
Rp 42.000,-
Berbeda halnya dengan
beberapa karya lain tentang sains yang melulu berbicara dalam kacamata ilmu
pengetahuan, buku ini memiliki misi agung dalam upaya menghubungkan antara dua
kutub yang bagi beberapa kalangan kerap dipertentangkan, yaitu sains dan agama.
Hingga detik ini,
pertanyaan mengenai awal terbentuknya bumi sebagai pijakan dan loka bermukimnya
manusia jarang berjodoh dengan jawaban memuaskan. Iniah titik pangkal kecemasan
penulis yang lambat laun menjadi latar belakang mengapa timbul hasrat untuk
menguak permasalahan yang masih diselimuti kabut misteri tersebut dengan jalan
meneropongnya melalui lensa agama, khususnya Islam.
Ikhtiar menelanjangi sejarah
terciptanya bumi sebagai salah satu fenomena sains dilakukan penulis dengan
cara menggali khazanah yang berasal dari ayat-ayat Al-Quran. Hasilnya
mencengangkan! Selain menghidangkan fakta-fakta yang sukar ditolak logika, apa
yang dipetik dari Al-Quran mampu melengkapi perbendaharaan keilmuan yang tentu saja
menghibahkan titik terang bagi para ilmuan. Bagi orang Islam, barang tentu hal
ini dapat mempertebal keimanan. Mengingat, dalam Islam wahyu Tuhan (Al-Quran)
mempunyai tempat khusus dalam diri para pemeluknya. Hal ini tidak terlepas dari
kenyataan bahwa Al-Quran merupakan sumber utama sekaligus pertama dalam agama Islam.
Tak ayal, jika dalam mengarungi samudra kehidupan, Al-Quran senantiasa didaulat
menjadi pedoman, demi menggapai kebahagiaan di dunia maupun di alam baka.
Sebagai misal, dengan
menggabungkan informasi dari dua ayat, yaitu Surat As-Sajadah: 4 dan Surat
Fushshilat: 9, serta data sains tentang umur bumi, penulis ingin mengetahui
dapatkah sebuah analisis tentang umur langit dihasilkan? Berdasarkan Surat
As-Sajadah: 4, Allah SWT. menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
sedangkan pada Surat Fushshilat: 9 disebutkan bahwa bumi diciptakan dalam dua
masa. Sementara itu, berlandaskan pada umur meteorit tertua yang ditemukan,
para ahli geologi menyatakan bahwa bumi berusia 4,56 x 109 tahun.
(halaman 18)
Perbandingan umur bumi
dan langit adalah 2 : 6 = 1 : 3, sehingga bisa dihitung umur langit 4,56 x 109
x 3 = 13,68 x 109 tahun atau 4,56 x 109 : 2 = 2,28 x 109
tahun. Jadi, umur alam semesta sejak pemisahan langit dan bumi versi al-Quran
yaitu 6 x 2,28 x 109 tahun = 13,68 x 109 tahun. Jika
dibandingkan dengan versi sains yang mengatakan bahwa umur alam semesta sejak
peristiwa Big Bang adalah 13,7 x 109 tahun, maka terdapat selisih
sekitar 20 juta tahun. Dalam ilmu kosmologi, perbedaan ini dapat ditoleransi.
Berdasarkan perhitungan sederhana tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
peristiwa Big Bang jelas terkait dengan kehadiran planet bumi yang tercipta
kurang lebih sembilan miliar tahun setelah ledakan dahsyat kosmis tersebut.
Dengan demikian, firman-firman Allah SWT. dalam al-Quran menjelaskan umur
langit dan bumi dengan cukup akurat. (halaman 19)
Di samping membidik
fenomena terciptanya bumi, penulis juga mencermati munculnya makhluk-makhluk
melata di planet bumi, yang merupakan bagian awal kehidupan kompleks di bumi.
Kejadian ini oleh ahli paleontologi disebut sebuah “Ledakan Kehidupan
Kambrium”. Secara tiba-tiba muncul jutaan makhluk, seperti trilobite dan mollusca
yang tersebar di seluruh dasar lautan. Data-data sains telah menjelaskan bahwa
proses ledakan kehidupan tersebut bukan berasal dari proses evolusi makhluk
sebelumnya, dengan pertimbangan bahwa belum ditemukan makhluk multi-cell yang lahir sebelum planet
bumi berumur kurang lebih 650-543 juta tahun. Yang ada hanyalah makhluk bersel
tunggal atau disebut single cell yang
selama miliaran tahun bertebaran di bumi.
Guna membandingkan
fakta di atas, penulis mencuplik Surat Asy-Syura: 29, “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah menciptakan langit,
bumi, dan makhluk-makhluknya yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan
Dia Mahakuasa mengumpulkan semuanya apabila Dia kehendaki.” (halaman 140)
Dapat dipahami bahwa
ayat di atas menjelaskan penyebaran makhluk melata bersel tunggal maupun bersel
banyak, sehingga dengan sendirinya memberi sangkalan terhadap Teori Evolusi
Darwin yang pada intinya mengatakan kehidupan makhluk multiseluler berasal dari
sebuah evolusi kehidupan makhluk bersel tunggal yang lahir sebelumnya. Suatu
kejanggalan apabila dikatakan, binatang-binatang turunan dapat terus berevolusi
menjadi ikan, amfibi, serangga, reptil, dinosaurus, mamalia, burung, dan
sebagainya sampai pada primata dan manusia.
Sayangnya, buku yang
pernah terbit dengan judul Menyibak
Rahasia Sains Bumi dalam Al-Quran pada 2008 oleh Penerbit Mizania ini
ditulis dalam corak perpaduan sains dan agama yang hanya mendasarkan pada
logika, sehingga kerangka penafsiran yang dikembangkan oleh penulis
mengesampingkan sejumlah karya tafsir yang telah ada. Apalagi, penulis bukanlah
ahli agama—sebagaimana diakui dalam kata pengantarnya—yang memberanikan diri
untuk menelaah ayat-ayat al-Quran dalam sudut pandang berbeda dengan
memanfaatkan bahasa sains populer. Meskipun tidak serta merta menukil pendapat
sejumlah ahli tafsir kontemporer, semisal Muhammad 'Abduh, Mahmud Syaltut, dan
Ahmad Sayyid Al-Kumiy, seharusnya penulis mengadakan perbandingan dengan
pendapat-pendapat yang telah mendahuluinya, demi memperkaya pengetahuan
pembaca.
Yogyakarta, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar