Para netizen dikejutkan
dengan tersebarnya foto-foto infrastruktur lokal yang kemudian menjadi “viral”.
Mereka seolah terhenyak saat menyaksikan gedung kantor Desa Kemuningsari Kidul,
Jember, Jawa Timur, yang cukup unik lantaran didesain mirip istana negara. Sejarah
pendirian kantor desa tersebut bermula dari inisiatif warga setempat pada 2013
yang menginginkan kantor desa representatif. Sebagai tindak lanjut atas
aspirasi masyarakat, Kepala Desa bersama BPD, tokoh masyarakat, serta kaum pemuda,
akhirnya berembuk dan sepakat untuk merealisasikannya.
Keunikan gedung kantor
desa yang menelan biaya pembangunan sekitar Rp 1,8 miliar tersebut memancing perhatian
publik. Banyak warga yang berasal dari luar desa berdatangan ke sana sekadar untuk
berswafoto di depannya. Upaya merespons beragam atensi dilakukan oleh
pemerintah desa dengan menggagas rencana pengembangan bangunan. Kepala desa
beserta jajarannnya bakal menghadirkan taman bermain dan warung makan di
sekitar kantor desa sebagai ikhtiar memanjakan siapa saja yang “berwisata” ke
tempat tersebut.
Local Genius
Bila ditelusuri, penampilan
kantor desa yang megah tidak hanya ditemukan belakangan. Pada masa silam, sebagian
kantor desa genap menunjukkan kemewahan. Berdasarkan pemberitaan surat kabar Kuang Po edisi 31 Oktober 1955, Kepala
Desa Giripurwo, Wonogiri, Jawa Tengah, bersama tokoh masyarakat, sedang sibuk membangun
balai desa raksasa dengan anggaran yang cukup besar. Uniknya, kegiatan renovasi
gedung yang terletak di Selapadi di atas tanah seluas 700 meter persegi tersebut
disokong dengan iuran masyarakat. Fakta ini menggambarkan bahwa di balik
kemewahan balai desa tersimpan kekompakan, kebersamaan, serta gotong royong.
Urgensi dan fungsi
kantor desa bagi jalannya pemerintahan desa memang tak bisa dinihilkan. Pelayanan
administrasi dan kepentingan masyarakat setiap hari berlangsung di sana. Boleh
jadi alasan inilah yang membuat masyarakat di negeri ini berlomba menghadirkan kantor
desa yang megah. Usaha mewujudkan kantor desa yang representatif dan enak
dipandang juga mempunyai pertimbangan bahwa balai desa terbukti berperan
memelihara adat-istiadat dan kearifan lokal (local genius) yang diwariskan lintas generasi.
Di Desa Sukamarto, Temanggung,
Jawa Tengah, balai desa menjadi sarana berlangsungnya kirab budaya. Mengenakan busana
adat Jawa dan membawa nampan berisi ingkung bebek dan tumpeng, warga setempat berkumpul
di halaman balai desa. Saat tiba waktunya, ratusan orang berjalan kaki diiringi
tetabuhan tradisional oleh kelompok kesenian lokal menuju makam sesepuh desa. Lokasi
peristirahatan terakhir leluhur yang biasa disapa Simbah Habib tersebut berjarak
600 meter dari balai desa. Kegiatan mendatangi makam leluhur serta berdoa
bersama di sana menyimpan harapan agar warga setempat senantiasa mengingat jasa
leluhur yang telah tiada.
Dilema
Kesan megah yang
terlanjur melekat pada kantor Desa Kemuningsari Kidul tentu berdampak positif. Boleh
jadi motivasi dan semangat kerja pamong berlipat ganda setelah beberapa
fasilitasnya memperoleh perbaikan. Seiring dengan semakin meningkatnya kondisi
fisik kantor desa, mereka dapat menjalankan amanah dengan sungguh-sungguh. Terciptanya
good governance di level lokal salah
satunya tergantung pada kedisiplinan dan kerja keras pamong.
Adapun harapan atas terwujudnya
kejujuran, keterbukaan, dan akuntabilitas semakin besar. Bagaimanapun, mereka
adalah aktor lokal yang dipercaya mampu menciptakan nilai-nilai demokratis di
level akar rumput. Dalam konteks ini, bangunan kantor desa mempengaruhi cara
berpikir pamong. Aspek material dalam taraf tertentu turut membentuk sekaligus
mewarnai aspek psikis manusia.
Terdongkraknya citra
dan image kantor desa juga mengakibatkan
kepercayaan publik terhadap pemerintah desa meningkat. Baik individu, swasta,
maupun lembaga pemerintahan dapat menjadikan pemerintah Desa Kemuningsari Kidul
sebagai mitra kerja. Selain menyediakan lapangan kerja, memunculkan bermacam
alternatif sumber ekonomi, serta mendirikan sentra produksi bertaraf lokal, keuntungan
finansial yang diperoleh dari berbagai bentuk hubungan dan kerja sama bisa
digunakan untuk mengatrol sumber daya manusia (SDM) warga setempat. Ikhtiar
membekali berbagai lapisan masyarakat dengan soft skill merupakan modal berharga sekaligus merepresentasikan kepentingan
jangka panjang.
Namun demikian, ada dampak
negatif yang sukar dihindarkan. Pembangunan gedung kantor desa yang semestinya
mendekatkan pamong dengan masyarakat, justru rentan menjauhkannya. Sehingga,
pembangunan tidak menghasilkan harmonisasi, melainkan ketimpangan dan jarak
sosial. Selama ini, kesan formal pada kantor desa seringkali membuat pemenuhan
urusan masyarakat kurang optimal. Minimnya kepuasan publik terhadap peran dan
tugas pamong antara lain dikarenakan sebagian lapisan masyarakat, terutama
orang-orang berstatus sosial rendah, merasa segan untuk pergi ke sana.
Padahal, renovasi
gedung kantor desa seyogyanya menjadikan kinerja pemerintah desa lebih efektif
dan maksimal. Mereka yang duduk di jajaran pemerintahan di aras lokal mampu
memanfaatkan keamanan dan kenyamanan kantor desa demi terwujudnya kepentingan
publik. Dilema inilah yang seharusnya disikapi dengan bijak oleh pemerintah
desa. Tata kelola balai desa atau kantor desa yang baik tentu mengundang ekses
positif. Begitu pula sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar