Sebagian di antara kita
percaya bahwa munculnya angka tidak berdiri sendiri. Dalam situasi dan kondisi
tertentu, angka selalu berhubungan dengan hal-hal yang berada di sekitar. Dalam
setiap fakta dan peristiwa, angka menjadi nilai, faktor, atau bahkan unsur yang
sangat menentukan. Tak ayal, dalam perjalanannya, angka diklaim sebagai
penyangga sistem, tradisi, atau kepercayaan yang turun-temurun.
Begitu besarnya
perhatian terhadap angka, lahirlah numerologi, yang didefinisikan oleh Muharram
H (2009) sebagai “ilmu pengetahuan yang didasarkan pada sudut pandang bahwa
seluruh alam raya ini bergerak teratur menurut perhitungan tertentu, yang bisa
dieksplorasikan dengan angka-angka”.
Malapetaka
Para numerolog
berpendapat bahwa di balik kabar suka maupun nestapa tersimpan angka. Saat
manusia merajut tali kebahagiaan ataupun sedang memeluk mesra penderitaan,
angka bersembunyi di belakangnya. Namun demikian, yang kerap mengundang
pergunjingan adalah ketika angka dituduh sebagai biang keladi atau kambing
hitam atas kesedihan dan kepedihan yang berlarat-larat. Untuk hal ini, menurut
saya, 33 menjadi contoh yang bagus sekaligus representatif.
Angka 33 berhubungan
dengan penderitaan dan nasib tragis umat manusia. Sebagaimana diramalkan oleh
Jayabaya, tiga jaman akan dilalui oleh manusia (Kaliyuga, Kalisengara, serta
Kalabendhu), yang berlangsung selama 33 tahun. Pada Jaman Kaliyuga, banyak
orang pontang panting, susah, berpindah mukim, berjuang melawan bengisnya hidup
serta terus menerus tertimpa kesengsaraan. Pada Jaman Kalisengara, orang-orang
kebingungan, kesepian, negara kehilangan kewibawaan, para gadis kehilangan
kehormatan, para lelaki kehilangan kekuasaan, ajaran kebaikan diabaikan,
digenapi dengan pemandangan yang penuh iba. Adapun Jaman Kalabendhu diawali
dengan bumi bergoncang, lautan bergelora, hujan salah musim, banjir bandang,
tanah longsor, orang melupakan saudara sendiri, orang tua melupakan anak,
begitu pula sebaliknya.
Mengenai hal ini, Arwan
Tuti Artha, dalam buku Laku Spiritual
Sultan; Langkah Raja Jawa Menuju Istana (Galangpress, 2009: 159)
menyebutkan: “Jika membuka Serat Centhini,
tarikh Masehi terbagi menjadi tiga zaman besar dalam kurun tujuh ratus tahunan
untuk kemudian seratus tahunan dibagi lagi menjadi tiga 33 tahunan. Dengan
pembagian tahun hanya tiga kali tujuh ratus tahunan, Jayabaya seolah-olah
meramalkan, akhir zaman akan terjadi pada abad ke-21 ini.”
Peristiwa berdarah yang
memenuhi buku-buku sejarah juga bersinggungan dengan 33. Di antaranya yaitu
pembunuhan Presiden Amerika Serikat ke-35, John F. Kennedy. Sebagaimana
dicuplik dalam berbagai diskusi dan blog pribadi, James Shelby Downard
(1913-1998) yang menulis sebuah artikel bertajuk “Sorcery, Sex, Assassination and the Science of Symbolism” mencoba memberikan
analisa mengenai kaitan antara kasus pembunuhan John F. Kennedy yang terjadi
pada 22 November 1963 dengan letak geografis seputar pembunuhan tersebut. Ia
berkesimpulan bahwa presiden yang mengawali kuliahnya di Harvard College itu tertembak
ketika berada dalam limousin di Elm Street, Dallas, sebuah kota yang berada di
dekat 33 Lintang Utara.
Bagi Anda, para pelahap
gosip, barang tentu mafhum bahwa aktor dan produser film yang genap memenangkan
tiga kali penghargaan Golden Globe Award, Tom Cruise, menduga bahwa 33 adalah
wujud kesialan dalam hidupnya. Bagaimana tidak, bahtera rumah tangga yang
diarungi sebanyak 3 kali ternyata harus berakhir kandas berhubungan dengan 33. Baginya,
barangkali bukan sebuah kebetulan, jika robohnya fondasi kebahagian yang telah
ia bangun dengan segenap usaha dan cinta selalu memiliki keterkaitan dengan
angka tersebut. Baik aktris Mimi Rogers (dinikahi tahun 1987), aktris Nicole
Kidman (dinikahi tahun 1990), maupun aktris Katie Holmes (dinikahi tahun 2006),
bercerai dengan Tom Cruise dalam usia yang sama: 33 tahun!
Angka 33 memberikan
kenangan pahit dan suram bagi perjalanan hidup salah satu aktor tersukses di
Hollywood yang memulai karier aktingnya sejak era 1980an tersebut. Sepertinya,
demi sekadar meraih puncak kebahagian dalam ikatan keluarga, ia harus berjuang
melawan kesialan yang ditimpakan angka 33. Dunia boleh berseloroh bahwa ia
tersohor lewat peran-peran suksesnya dalam film Risky Business (1983), Top
Gun (1986), Mission: Impossible
(1996), Mission: Impossible II (2000),
Mission: Impossible III (2006), Jerry Maguire (1996), Vanilla Sky (2001), The Last Samurai (2003), War
of the Worlds (2005) juga dalam Mission:
Impossible IV (2012). Akan tetapi, kegagalan dalam rumah tangga seakan
meruntuhkan kesempurnaan akting serta sejumlah capaian besarnya.
Numerologi
Akhir-akhir ini, banyak
yang merasa was-was dengan pemberitaan media. Bukan hanya terhadap penyanyi
dangdut yang digadang sebagai kandidat presiden sebuah partai, Ratu Atut yang
mulai kisruh di penjara, atau Anas yang menyerahkan diri ke KPK, tetapi juga buku
"33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh"
yang belum lama ini diluncurkan namun mengalami beragam penolakan.
Publik sastra yang
tidak setuju dan merasa terganggu dengan penerbitan buku tersebut beramai-ramai
meluncurkan petisi yang di antaranya berisi: pertama, buku "33 Tokoh
Sastra Indonesia Paling Berpengaruh" harus dicabut dari peredaran. Kedua, anggota Tim 8 sebagai penyusun
dan kurator (Maman S Mahayana, Agus R Sarjono, Acep Zamzam Noor, Jamal D
Rahman, Joni Ariadinata, Nenden Lilis A, Berthold Damhuser, dan Ahmad Gaus)
harus meminta maaf secara terbuka kepada bangsa Indonesia. Tuntutan ini
merupakan bentuk perlawanan terhadap kejahatan literasi berwujud "kebohongan
menyesatkan" dengan menempatkan Denny JA, sebagai "Tokoh Sastra Paling
Berpengaruh" di Indonesia.
Bagi mereka, Denny JA
tidak memiliki kontribusi penting terhadap perkembangan sastra Indonesia. Ia
sekadar menggemborkan puisi-esai, kerap mengadakan perlombaan bertabur hadiah,
serta rajin mempublikasikan eksistensi dengan cara merangkul para sastrawan dan
kritikus sastra yang bisa dibeli. Padahal, sebenarnya masih banyak sastrawan
bernas yang belum ter-cover dalam
buku ini. Misalnya Sitor Situmorang, Umar kayam, juga Ahmad Tohari.
Saya sih tak perlu pusing dengan sibuk
menuding bahwa peristiwa miris di atas merupakan hasil rekayasa sosial,
politisasi, ataupun imbas berkepanjangan dari “demokrasi wani piro”. Saya juga tidak mungkin memprediksi angka 33 dalam
judul buku rentan memancing musibah besar dalam jagat sastra Indonesia. Saya hanya
menerka: Tim 8 sedang memanjatkan doa agar 33 sastrawan yang didaulat sebagai
tokoh sastra paling berpengaruh—termasuk Denny JA barang tentu—kelak menikmati
surga tanpa harus direcoki masa tua. Anda tahu, menurut Al-Ghazali, penghuni surga
selalu berusia 33.
Super sekali
BalasHapus