Judul:
On a Journey
Penulis:
Desi Puspitasari
Terbit:
Januari 2013
Penerbit:
Pustaka Populer (Bentang Pustaka)
Tebal:
272 halaman
ISBN:
978-602-7888-01-2
Harga:
Rp. 44.500,-
Kaburnya seorang gadis dari
rumah untuk berkelana ke pelbagai tempat rupanya telah mendermakan pelajaran
berarti, bahwa hidup tidak seperti apa
yang ia lihat di televisi dan koran. Di luar sana, apa yang menimpa orang lain
ternyata lebih berat ketimbang penderitaannya selama ini. Sayatan hati yang sangat
mendalam belumlah seberapa bila dibandingkan dengan beban hidup yang harus
dipikul oleh orang lain. Maka, ia pun bersyukur. Dengan menempuh perjalanan dua
sampai tiga bulan tanpa tujuan, ia berkenalan dengan mereka yang begitu tabah
dan sabar menghadapi cobaan.
Berawal dari usahanya
menghindari Stine, Ruby Tuesday menghilangkan jejak dengan mengajak serta sepeda
kesayangannya untuk melancong. Ia merasa yakin bahwa keputusannya kali ini
tidaklah meleset. Guna memantapkan pendiriannya, bahkan ia mengutip secuplik
kalimat dari Orhan Pamuk, “kenapa kau
tidak pergi keluar sebentar, kenapa tidak mencoba melihat pemandangan lain,
melakukan perjalanan?” (halaman 8)
Terbatasnya perbekalan
yang dibawa juga uang simpanan dalam tabungannya, bagaimana pun juga, mengharuskan
Ruby untuk berhemat. Itulah mengapa, guna merebahkan badan juga menghindarkan
diri dari gigitan angin malam, terpaksa Ruby beberapa kali menyewa motel murah.
Bahkan, sempat juga ia tidur di trotoar dan halaman depan toko. Atau jika
beruntung, ia bisa menumpang di rumah orang tanpa mengeluarkan biaya sepeser
pun.
Dalam kenyataannya,
pilihan ‘minggat’ sebagai solusi paling tepat bagi Ruby untuk melupakan Stine,
tidak pernah terbukti. Di waktu malam, ketika ia berbaring sendirian di
penginapan, ternyata ia begitu merindukan sosok Stine. Bayangan Stine seolah selalu
hadir di depannya. Ruby teringat saat ia sering duduk di kedai, sambil menunggu
Stine pulang dari kantor. Sesampainya lelaki penggemar berat kopi tersebut di
kedai, mereka berdua akan berbincang tentang pelbagai hal, baik fakta maupun sekadar
rekaan imajinasi belaka. Bagi Ruby, Stine adalah pemuda istimewa. Selain karena
ia adalah teman di antara sedikit teman yang dimiliki Ruby, ia juga dianggap
mampu mengimbangi pengetahuannya tentang profil sastrawan-sastrawan besar beserta
karya-karya mereka.
Dalam perjalanan yang
melelahkan itu, Ruby kerap bertanya dalam hati, mengapa hanya gara-gara patah
hati, ia nekat melakukan hal konyol yang baru pertama kali ia lakukan sepanjang
hidupnya. Stine, pemuda tampan yang menjadi sahabat terbaiknya selama dua tahun
merupakan satu-satunya alasan kepergiannya meninggalkan rutinitasnya sebagai
penulis. Sebelumnya, sama sekali ia tidak menyangka bahwa penolakan Stine
terhadap cintanya bakal berbuntut panjang seperti ini. Mengenai kekonyolan
tindakan Ruby tersebut, seseorang berkata, “kau terlalu takut menghadapi
kenyataan. Takut menerima kenyataan patah hatimu sendiri. Kau lalu memutuskan
pergi. Melarikan diri. Mengepak pakaian. Menyiapkan kendaraan bobrok. Lalu, kau
bersepeda. Keluyuran tanpa tujuan pasti. Kau sebenarnya sedang menyembuhkan rasa
kagetmu. Tidakkah kau sadari itu?” (halaman 109)
Ruby percaya bahwa apa
yang dikatakan oleh hati nuraninya sendiri ataupun orang lain perihal
kekonyolannya memang benar adanya. Menghindari seseorang dengan cara kabur dari
rumah dan melakukan petualangan tanpa tujuan adalah tindakan yang barangkali
akan disalahkan oleh siapa pun. Akan tetapi, di luar dugaan, di tengah
perjalanan, ia menemukan pelajaran yang begitu berharga. Ia menemukan sosok Pak
Oto, Pak sam, dan Bu Ros, yang dengan kedewasaan masing-masing, mereka
memberikan nasehat dan masukan untuk Ruby. Ia bertemu dengan Bili dan Sofi, sepasang
kekasih yang nekat lari demi menyelamatkan bayi mereka. Bili mengerti bahwa
ayah Sofi tidak pernah percaya dengan kemampuannya untuk membahagiakan Sofi. Meskipun
demikian, Sofi begitu yakin bahwa Bili adalah lelaki baik-baik dan mau
bertanggung jawab. Oleh sebab itulah, ketimbang tinggal di rumah dengan
pelayanan ekstra mewah, Sofi lebih memilih hidup bersama Bili yang terbiasa
menginap di kontrakan amburadul dan mirip kapal pecah. Ruby terkesima dengan Sofi
yang mau sengsara demi mempertahankan cinta juga janin yang terbungkus dalam
rahimnya. Begitu pula dengan Bili, yang meskipun telah menggasak sepeda Ruby,
nyatanya uang yang dihasilkan dari barang curian itu digunakan untuk biaya bersalin
Sofi. Dari keduanyalah, Ruby berkesimpulan bahwa penderitaan yang dialami
dirinya belumlah sebanding. Juga dari keduanya, ia belajar bagaimana manusia
harus tangguh dan tegas dalam memilih jalan hidup.
Pengalaman bertemu sejumlah
orang dengan beragam karakter menyebabkan Ruby ingin mengabadikannya dalam sebuah
karya. Atas dasar itulah, akhirnya ia memutuskan untuk menerbitkan buku dengan
bahan-bahannya berasal dari diary.
Berharap, dengan buku tersebut, baik ia maupun orang lain, dapat belajar
tentang hakikat kehidupan dengan sebaik-baiknya.
Penyebutan beberapa
nama tokoh besar, seperti Ernesto Che Guevara—ikon perjuangan terutama dalam
bidang pergerakan—, Goethe, Pablo Neruda, menunjukkan persinggungan penulis
dengan buku-buku sejarah, seni, maupun sastra. Berbekal ketekunan dan
kekhidmatan dalam menggali pesona serta keindahan karya-karya orang-orang besar,
setidaknya penulis mengetam ribuan manfaat, sehingga menginspirasinya untuk
melahirkan karya yang berbobot. Tentu, apa yang dipetik dari bacaan-bacaan tersebut,
genap mempengaruhi bagaimana ia menyusun kata untuk dirangkai dalam sebuah
kalimat, sehingga menjadi satu kesatuan dalam membentuk paragraf. Sebab yang
dikarang adalah buku fiksi, maka tak ayal, kerapnya kata-kata yang muncul,
bergelimang rupa karakter tokoh, cara merangkai plot, ataupun penggunaan
metafora—secara langsung maupun tidak—telah berimbas pada bagaimana ia mengemas
dan merampungkan karyanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar