Pemerintah mengebut
pengerjaan jalan tol se-Indonesia. Sesuai target Presiden Joko Widodo, sepanjang
1.850 kilometer (km) jalan tol diusahakan terbangun pada tahun 2018. Demi
mengecek langsung proyek-proyek jalan tol tersebut, presiden sengaja blusukan. Selain proses pengerjaan bisa
terpantau secara maksimal, hal ini juga dilakukan supaya pembangunan cepat terselesaikan.
Apa yang digencarkan
oleh pemerintah di atas patut diapresiasi oleh semua pihak. Keberadaan jalan
tol dipercaya dapat memperbaiki jalur transportasi, meningkatkan hasil produksi
dalam negeri, serta membuat taraf hidup masyarakat lebih tinggi. Jalan tol
berperan besar dalam upaya menciptakan civil
society dan mewujudkan prinsip-prinsip good
governance. Betapa berlangsungnya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara sangat terbantu oleh munculnya jalan-jalan tol di berbagai daerah.
Realitas
Historis
Demi kelancaran proyek
jalan tol, pembebasan lahan merupakan langkah konkrit yang dilakukan oleh
pemerintah. Fenomena pembelian tanah untuk memaksimalkan jalannya program
pembangunan sebenarnya sudah berlangsung sejak dahulu kala. Salah satunya
melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh Raja-raja Mangkunegaran masa silam.
Catatan sejarah menunjukkan, meskipun
tanah-tanah negara telah diserahkan secara tetap kepada desa, akan tetapi dalam
hal-hal tertentu para penguasa Mangkunegaran boleh mengambil alih tanah tersebut.
Pengambilan tanah bukanlah bentuk kezaliman dan kecongkakan penguasa. Dinilai
legal karena dilindungi oleh hukum, tindakan demikian bermaksud agar negara
bisa merealisasikan kepentingan publik dengan tetap memperhatikan asas
demokrasi.
Dalam buku Kapitalisme Bumi Putra: Perubahan Masyarakat
Mangkunegaran, Wasino (2008: 165) menyebutkan bahwa pengambilan kembali
tanah-tanah desa terjadi jika: (1) Pembebasan lahan diselenggarakan demi kepentingan
umum (mundut bumi tumrap pahedahing akeh).
Dalam bahasa sehari-hari, pengambilan tanah ini di Solo masyhur disebut dipijehake, istilah yang berakar dari
kata dasar piji (sendiri) yang bermakna
‘tanah yang disisihkan’. Pemegang hak pakai yang diambil alih tanahnya untuk
kepentingan umum berhak menerima ganti rugi atas bangunan atau tanaman yang terletak
di atasnya. Sebuah komisi yang dibentuk oleh Mangkunegara bersama Residen
Surakarta bertugas menaksir jumlah kerugian. (2) Pihak keraton memerlukan tanah
desa yang akan dialokasikan untuk pengusaha perkebunan.
Adanya ketentuan di
atas menunjukkan bahwa hukum selalu berubah mengikuti situasi dan kondisi.
Berubahnya zaman menuntut hukum senantiasa memuat gejala-gejala ekonomi,
politik, sosial, serta budaya yang berkembang dalam masyarakat. Hukum
memberikan atensi dan simpati terhadap apa yang terjadi, baik di dalam maupun
di luar manusia.
Utamakan
Musyawarah
Bagaimanapun, agar
upaya percepatan pengerjaan jalan tol dapat segera terwujud, pemerintah
membutuhkan tanah desa yang menjadi faktor produksi terpenting bagi rakyat.
Kebutuhan negara dalam memanfaatkan tanah desa menuntut adanya penghargaan
terhadap orang-orang yang selama ini merawatnya. Pemerintah selayaknya
menyadari bahwa dikerjakannya proyek jalan tol dengan mengambil sumber daya
lokal meniscayakan dilestarikannya nilai-nilai keadilan dan kebersamaan.
Dilaksanakannya berbagai kebijakan pemerintah mesti bertumpu pada ditegakkannya
fondasi Hak Asasi Manusia (HAM). Dengan berlandaskan sila-sila Pancasila,
implementasi pembangunan seyogyanya menyerap aspirasi rakyat.
Dalam catatan Yudi
Latif (2011: 387-388), adanya kepemilikan bersama berupa tanah menggariskan
ketetapan bahwa setiap orang yang ingin memanfaatkannya harus mengantongi persetujuan
kaum. Ketentuan demikian mendorong lahirnya tradisi gotong-royong dalam
menggunakan tanah yang merembet pada hal-hal lainnya, termasuk urusan pribadi.
Adat hidup tersebut menciptakan kebiasaan musyawarah menyangkut kepentingan
umum yang diputuskan secara mufakat. Sebagaimana pepatah Minangkabau: “bulek aei dek pambuluah, bulek kato dek
mufakat” (bulat air karena pembuluh/bambu, bulat kata karena mufakat).
Semangat inilah yang selayaknya ditangkap oleh pemerintah. Besarnya
jumlah ganti rugi tidak boleh ditetapkan secara kurang layak dan cenderung
tidak manusiawi. Dicapainya kesepakatan bersama antara masyarakat dengan
pemerintah merupakan wujud penghormatan terhadap mereka yang terkena dampak
pengerjaan jalan tol yang sudah berkorban demi lancarnya pembangunan. Merupakan
suatu tuntutan bahwa dalam menjalankan tugasnya, tim pengadaan lahan mengacu pada
Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa. Di dalamnya
antara lain tercantum persyaratan digunakannya tanah desa untuk kepentingan
publik.
Yogyakarta, 2017