Persepsi bahwa kerja di
perkotaan lebih variatif ketimbang wilayah perdesaan membuat orang desa nekat
meninggalkan kampung halaman. Selama ini, derasnya arus urbanisasi tak mungkin
terlepas dari fakta bahwa orang desa kerap disilaukan dengan daya tarik kawasan
urban. Akibat minimnya keahlian orang desa yang berhijrah ke kota, angka
pengangguran di kantong-kantong urban semakin meroket.
Pergeseran penduduk dari
desa ke kota tidak pernah berimbang dengan tersedianya lapangan kerja. Kurang
terserapnya tenaga kerja yang berasal dari desa membuat mereka frustasi.
Kesejahteraan, kenyamanan, serta keberlimpahan yang dijanjikan kota hanyalah
utopia. Impian mengatrol status sosial sekaligus membangkitkan gairah hidup
sirna lantaran kota ternyata tak memberikan harapan. Terjadi kesenjangan antara
realitas dan angan-angan yang genap dibangun sebelumnya.
Kekecewaan mendalam
terhadap kota akhirnya dilampiaskan dengan melakukan berbagai aksi kejahatan.
Dalam taraf tertentu, menjamurnya kasus kriminal memang mempunyai keterkaitan
dengan membludaknya penduduk baru di kawasan urban. Namun demikian, tidak
selamanya migrasi orang desa ke kota dihubungkan dengan penipuan, pencurian,
perampokan, pemerasan atau tindak pidana lainnya. Bagaimanapun, pengambilan
kesimpulan mesti berlandaskan data yang sahih. Analisis dan pendapat
menyesatkan tentang dinamika urbanisasi menjadikan orang desa sekadar kambing
hitam atas maraknya kriminalitas.
Keseimbangan
Irasional
Proses urbanisasi
bercorak global dan berkelanjutan telah mengirim penduduk dari desa ke kota.
Hubungan yang relatif stabil antara kawasan urban dan wilayah rural di
sekitarnya menciptakan hubungan asimetris yang pada akhirnya bergeser ke arah
perluasan kawasan urban. Dalam kondisi demikian, semua pemikiran yang
mengandaikan keseimbangan antara kota dan desa cenderung irasional. Sebagian
ahli yang berpegang teguh pada tesis ini adalah Mumford. Ia genap menilai bahwa
proses urbanisasi mustahil dicegah. Itulah mengapa, peneliti fenomena urban
tersebut melontarkan kritik terhadap pendapat sejumlah ilmuwan yang kerap
menghendaki terciptanya keseimbangan antara kota dan desa. (Jo Santoso, 2006:
37).
Bila ditelisik secara
mendalam, ikhtiar mencapai keseimbangan antara kawasan urban dan wilayah rural
memang bukan perkara mudah. Mengingat, selama ini, kota masih diyakini menduduki
posisi urgen dan strategis. Merujuk buku Kelas
Menengah di Kota-kota Menengah yang diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor
Indonesia dan KITLV-Jakarta (2016: 217), kota-kota di Indonesia berfungsi
sebagai perantara antara pusat kosmopolitan dan wilayah pedalaman. Peran ini
terbukti cukup menonjol dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan administrasi
(pemerintahan). Bagaimanapun, kota-kota di Indonesia menjadi lokus perjumpaan
sekaligus pengait antara budaya, lembaga, serta proses bertaraf nasional dan
mayoritas desa agraris.
Signifikansi kota belum
pernah dikejar, diimbangi, atau bahkan digeser oleh desa. Itulah mengapa,
terdapat kecenderungan bertambahnya penduduk baru di kawasan urban. Di Jakarta,
misalnya, jumlah pendatang baru dua tahun terakhir melonjak cukup pesat. Pada 2016,
tercatat 68.763 orang yang menjadi pendatang baru. Adapun pada 2017, jumlah ini
membengkak hingga 70.752 orang.
Pendirian
BUMDes
Salah satu upaya
membendung laju urbanisasi adalah mewujudkan desa produktif. Ini merupakan
pendekatan struktural yang ditempuh agar hasrat orang desa meninggalkan tanah
kelahirannya benar-benar ditekan. Kemiskinan di wilayah perdesaan mesti
direspons dengan memperbaiki kondisi perekonomian lokal. Digagasnya desa
produktif sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
yang mendorong pemanfaatan potensi lokal sekaligus pemberdayaan Sumber Daya
Manusia (SDM). Dengan demikian, lapangan kerja terbuka lebar dan produktivitas
masyarakat desa semakin tinggi.
Dalam tataran praktis,
wacana pembentukan desa produktif diimplementasikan dengan pendirian Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes). Badan usaha yang bergerak di level lokal tersebut
dipercaya mampu beradaptasi dengan preferensi, psikologi, serta sosiologi orang
desa. Selaku lembaga pengembangan usaha perdesaan, BUMDes berperan mengelola
kearifan lokal supaya manfaatnya dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
Betapa taraf hidup orang desa mengalami peningkatan seiring dengan kehadiran
BUMDes.
Kekayaan dikelola
secara maksimal dengan adanya identifikasi dan inventarisasi beragam keunggulan
desa. Aset yang dikelola oleh BUMDes dapat digunakan untuk membangkitkan
sumber-sumber ekonomi dan menumbuhkan jiwa entrepreneurship.
Dengan demikian, aset lokal mampu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan
masyarakat desa. Pengelolaan berbagai bentuk aset melalui BUMDes mengutamakan
kebersamaan dan gotong-royong di atas urusan pribadi, sehingga apa yang
dihasilkan senantiasa berpihak pada kepentingan publik.
Bangkitnya perekonomian
lokal melalui BUMDes mengindikasikan terbentuknya desa berdikari selaku
penyokong tegaknya fondasi negara. Mengutip Prosiding
Kongres Pancasila IV: Strategi Pelembagaan Nilai-nilai Pancasila dalam
Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia (2012: 336), kemandirian desa berdampak pada kokohnya perekonomian nasional
karena ditopang oleh banyak lembaga perekonomian yang berlandaskan semangat
gotong-royong. Sehingga, terciptanya keadilan sosial sebagai pengamalan
Pancasila benar-benar dikonkretkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar