Selama liburan Hari
Raya Idul Fitri, para wisatawan atau pemudik genap menyerbu Desa Wisata Religi
Bongo di Gorontalo. Setiap hari terdapat 10.000 orang hilir mudik menuju pesisir
utara Teluk Tomini. Lokasi wisata dengan mayoritas pengunjung berasal dari
Sulawesi Utara tersebut menyajikan wisata religi berupa Masjid Walima Emas di
puncak gunung dengan dikelilingi kolam yang indah.
Banyaknya pengunjung lokasi
wisata di wilayah pedalaman menunjukkan bahwa desa mempunyai daya tarik
tersendiri. Keistimewaan, kekhasan, dan keunikan desa mampu menyedot perhatian
publik. Seiring dengan mengentalnya nilai-nilai urban dalam diri manusia, sentimentalitas
dan rasa kangen terhadap hal-hal berbau kampung merupakan keniscayaan. Itulah
mengapa, dalam dasawarsa terakhir, kehadiran desa wisata semakin fenomenal.
Tak heran apabila para
pegiat pariwisata berusaha menonjolkan pemandangan udik. Dalam berbagai
kesempatan, para sponsor mengukuhkan desa sebagai ikon destinasi. Hal ini
dilakukan terutama untuk menggaet wisatawan. Betapa sektor pariwisata di level
lokal turut digenjot oleh ketertarikan masyarakat terhadap panorama desa yang
selain menjanjikan keindahan juga menyimpan kearifan lokal. Keteduhan, kesejukan,
serta ketenteraman desa juga menjadi komoditas berharga yang mesti dimanfaatkan
dengan baik.
Potensi
Lokal
Banyak lokasi wisata di
berbagai penjuru negeri ini yang sejatinya mempunyai potensi luar biasa, namun
belum sepenuhnya digarap secara serius. Terbatasnya anggaran, minimnya
kapasitas pengelolaan, serta rendahnya political
will mengakibatkan manfaatnya kurang dirasakan oleh warga setempat. Fakta
ini antara lain ditemukan di sejumlah daerah di Kalimantan Timur dan Sumatera
Barat.
Kondisi hutan dan
lanskap di Desa Setulang dan Desa Sengayan sebenarnya sangat mendukung dalam upaya
mengembangkan kawasan ekowisata. Di desa pertama, berdiri kuburan tua yang cukup
potensial untuk menarik minat para pengunjung mancanegara. Adapun di dua desa
yang berada di Malinau, Kalimantan Timur tersebut, tradisi dan budaya lokal
masih sangat kuat. (Kade Sidiyasa, dkk., 2006: 49). Inilah yang menjadi modal
dasar dalam ikhtiar memajukan wilayah perdesaan. Sayangnya, pemerintah setempat
tampak belum menunjukkan keberpihakan terhadap potensi lokal. Sehingga, kawasan
ekowisata yang ada cenderung terabaikan.
Berdasarkan pemberitaan
surat kabar Haluan edisi 16-09-2017,
objek wisata alam Goa Tambubuang Rayo di Jorong Gumarang, Nagari III Koto
Silungkang, Kecamatan Palembayan, Sumatera Barat, hingga detik ini belum
terjamah. Pada atap dan dasar goa sepanjang sekitar 100 meter berpintu gerbang
luas tersebut melekat batu stlaktik dan stlagmik. Tersusun rapi secara alamiah,
tampilan batuan tersebut menimbulkan keindahan tersendiri. Dalam goa bersarang kelelawar
dan burung “layang-layang sarok”. Selain itu, tersedia juga pemancingan ikan di
sungai sekitar goa yang memanjakan setiap pengunjung.
Padahal, pemberdayaan sektor
pariwisata di wilayah pedalaman dipercaya mampu menggerakkan roda perekonomian lokal.
Berbagai data menunjukkan bahwa seiring berkembangnya desa wisata, tingkat
perekonomian warga ikut terdongkrak. Kemiskinan akut yang merongrong sebagian
masyarakat dapat dihindarkan apabila objek-objek wisata yang bertebaran di
wilayah pedalaman dikelola secara maksimal. Dengan diresmikannya desa wisata,
masyarakat setempat dapat mengekspresikan kreativitas dengan menjajakan
panganan tradisional dan menawarkan produk lokal. Lebih jauh, rumah penduduk
yang berada di sekitar objek wisata bisa disulap menjadi lokasi penginapan (homestay) atau tempat peristirahatan pengunjung.
Prototipe
Apabila digarap secara
serius, potensi lokal mampu digunakan sebagai modal besar pembentuk destinasi
wisata unggulan. Namun demikian, usaha menghadirkan desa wisata yang berkarakter
dan berkualitas memerlukan proses panjang. Untuk mewujudkannya, pamong desa selaku
aktor lokal bisa menempuh beberapa langkah berikut.
Pertama,
menentukan prototipe pengembangan desa wisata. Dalam konteks ini, Desa Medal
Sari, Kecamatan Pangkalan, Karawang, merupakan contoh yang baik. Lantaran dikenal
rajin mengkonservasi lingkungan sekaligus getol membumikan tradisi lama, desa
yang berada dalam kawasan Jawa Barat tersebut layak dijadikan sebagai salah
satu model. Berdasarkan buku Karawang
dalam Lintasan Peradaban (2016: 224), penduduk Desa Medalsari bertekad
menciptakan keseimbangan ekosistem serta mempertahankan budaya asli.
Bagaimanapun, tradisi-tradisi sarat nilai yang masih bertahan dari gempuran modernisasi
merupakan kekayaan tak ternilai yang sukar dijumpai pada masa kini.
Kedua,
menggalang dukungan dari pemerintah daerah. Baik pemerintah kabupaten maupun
pemerintah provinsi memiliki andil besar dalam mendukung eksistensi desa
wisata. Guna mendongkrak popularitas di mata publik, Dinas Pariwisata provinsi
dan kabupaten semestinya ikut melakukan promosi atas kelebihan, kenyamanan,
serta beragam fasilitas yang ditawarkan desa wisata. Apabila memungkinkan, pemerintah
desa juga meminta dukungan dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Ketiga,
menggelar kegiatan-kegiatan pendampingan yang berkelanjutan bagi semua stakeholder. Karena terlibat secara
langsung, mereka mesti memperoleh bimbingan yang intens dari penggerak
pariwisata yang berpengalaman. Keempat,
memberikan pemahaman yang mendalam tentang kepariwisataan kepada segenap
lapisan masyarakat. Bagaimanapun, kerjasama dan komitmen semua pihak menjadi
kunci kemajuan desa wisata.
Bojonegoro, 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar