Judul:
Kira, Waktu Memaksaku Melepaskanmu
Penulis:
Dhian Gowinda
Terbit:
Juli 2012
Penerbit:
Bentang Belia
Tebal:
160 halaman
Harga:
Rp. 29.000
Anggitan narasi cinta
oleh Dhian Gowinda ini memang memukau. Penulis tak hanya mengajak pembaca untuk
merunut kisah kasih antara Kira dengan Rangga, melainkan juga menghidangkan
pelajaran bahwa betapa seseorang yang terpuruk karena masa lalu, tidak boleh
memanggul beban derita hingga berlarat-larat. Ia harus berdiri tegap menatap
jauh ke depan. Seseorang yang terlampau merenungi waktu silam tidak akan mampu
menjalani kehidupan dengan baik. Itulah mengapa ia dituntut tetap bertahan. Ia
boleh merawat kenangan, tanpa perlu membuangnya jauh-jauh. Lebih dari itu, ia
harus bangkit melawan kesedihan, karena life
must go on.
Pada awalnya, kisah
yang dibalut dengan kata-kata gaul dan identik dengan kaum ABG ini terkesan
klise. Akan tetapi, salah! Ini adalah anggapan sesat yang mendesak diluruskan.
Pasalnya, penulis tetap menyajikan hal baru bagi pembaca. Tentunya dengan
catatan jika pembaca bersedia menyimak cerita ini secara utuh; hal yang ringan
dilakukan, mengingat bahasa percakapan antar tokoh disajikan dengan renyah.
Di antara keistimewaan
buku ini yaitu penulis mampu menciptakan surprise
bagi pembaca. Efek kejut sengaja dirancang sebagai ikhtiar melibatkan emosi
pembaca. Dengan menyelipkan kegembiraan dan kesedihan yang bertumpang tindih, tak
ayal, perasaan pembaca akan diaduk-aduk sehingga dengan mudah menitihkan air
mata sekaligus tersenyum sendiri. Walhasil, pembaca akan menghirup napas
dalam-dalam seraya melanting decak kagum.
Adalah Rangga, tokoh
utama dalam novel yang cocok dinikmati oleh kawula muda ini. Ialah lelaki
penggandrung berat keusilan, kejahilan serta kegesitan Kira. Lelaki yang
diam-diam menaruh simpati kepada gadis dengan rambut selalu acak-acakan dan
mengantongi gelar trouble maker.
Sayangnya, ia belum sadar bahwa di dalam hatinya sebenarnya tersimpan rasa yang
lebih dari sekadar simpati. Ia baru menyadarinya ketika Mozza menanyakan apakah
dirinya menyukai Kira.
Rangga seolah mendapat
angin segar ketika suatu saat Mozza menyodorkan list kesukaan Kira. Percaya dengan bocoran sahabat kental Kira
tersebut, akhirnya Rangga mencoba menarik hati gadis pujaannya dengan meniru
gaya Lupus. Jadilah rambutnya aneh bin ajaib, karena mirip burung berjambul.
Tak hanya itu, ia juga merogoh koceknya agar Kira terpikat. Ia membelikan Kira beberapa keping DVD berisi
film-film Korea: Sector 7, Secret Garden,
Heart String, dan City Hunter.
Juga CD SHINee, boyband yang
digandrungi Kira setengah mati.
Di luar dugaan, Kira
justru menolak mentah-mentah hadiah tersebut dengan berujar: “gue gak butuh
ginian!!!!” (halaman 15) lalu meninggalkan Rangga, yang masih bingung dan belum
paham dengan sikap Kira.
Upaya Rangga dalam
menjinakkan hati Kira akhirnya berbuah. Ia mengetahui bahwa sesungguhnya Kira
juga menaruh perasaan yang sama ketika suatu hari diary berwarna biru diberikan kepadanya. Saking senangnya, Rangga
memberitahukan bahwa ia dan Kira sudah resmi pacaran dengan mengirim SMS ke
semua teman sekolah.
Mengetahui tingkah laku
Rangga yang cenderung lebay itu, Kira
begitu marah. Sampai-sampai ia berkata pada Mozza: “tapi, seenggaknya dia
ngobrol dulu, kek, sama gue. Sableng, tuh, anak, belum ada apa-apa udah kasih
woro-woro ke anak-anak.” (halaman 43).
Rangga meminta maaf
kepada Kira atas sikapnya yang berlebihan. Atas dasar cinta, Kira selalu
memaafkan Rangga, meski bukan sekali saja kekasihnya itu berbuat salah. Begitulah.
Kisah asmara keduanya sering kali diwarnai pertengkaran yang disulut hal-hal
sepele. Akan tetapi, mereka berdua sanggup mengatasi itu semua dengan mulus.
Makin hari kemesraan
Rangga dengan Kira makin tampak. Kebahagiaan senantiasa terpancar di wajah
keduanya. Hingga sebuah peristiwa memaksa kebahagiaan itu berakhir dan menyebabkan
sepasang kekasih itu berpisah. Ya, berpisah untuk selamanya, karena Kira
meninggal dunia dalam perjalanan bersama Rangga.
Depresi berat
menghinggapi Rangga. Atas dasar itulah, ia bermaksud melupakan semua
kenangannya bersama Kira dengan menempuh studi di Korea. Celakanya, setiap otaknya
melepaskan potret dambaan hatinya, setiap itu pula bayangan Kira kembali muncul.
Di negeri berpenghuni
orang-orang Mongoloid tersebut, Rangga bertemu dengan Tari, sepupu Kira yang
ternyata juga sedang menempuh studi di Korea. Gadis berwajah oriental tersebut
mengaku tidak terima atas kepergian Kira dengan berucap: “Pembunuh! Tenang lo
di sini? Tujuh tahun gue menikmati penderitaan elo. Dan, sekarang elo mau
melarikan diri begitu aja.” (halaman 102).
Rangga tertegun. Nyatanya,
selama ini Tari selalu menguntitnya. Tari ingin membuat penderitaan Rangga
semakin menjadi dengan rajin menyalahkan Rangga.
Di pucuk cerita, Tari
menyadari bahwa kematian sepupunya itu adalah takdir semata yang tidak perlu
disesali terus-menerus. Begitu juga dengan Rangga. Meski Kira sudah tiada, ia
yakin bahwa kekasihnya itu selalu bersamanya dalam menggapai cita-cita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar