Minggu, 24 Januari 2016

Gembok (Esai_Riza Multazam Luthfy, terbit di harian "Republika" edisi Minggu, 24 Januari 2016)

Di Jalan Veteran, Malang, terpasang bingkai gembok cinta ala Paris. Para pengunjung berdecak kagum saat menyaksikan keindahan gembok bernuansa pink tersebut. Namun demikian, keberadaannya menuai protes dari sejumlah pihak, sebab memberangus citra Malang sebagai kota pendidikan dan mengakrabkan kaum muda dengan budaya Barat. Protes ini ditanggapi oleh Dinas Pertamanan (DKP) Kota Malang dengan mengalihfungsikan frame Ngalam, I'm in Love tersebut sebagai taman vertikal.
Dalam catatan sejarah, gembok tidak sekadar menjadi medium pengaman dan simbol kesetiaan sepasang kekasih. Ia juga merefleksikan pergulatan manusia menghadapi realitas. Ritus kehidupan kalangan Sunni dan Syiah di Irak tidak terlepas dari gembok. Sambil memasang gembok (qift) pada pagar makam wali, mereka menggantungkan harapan. Tradisi ini menyimpan maksud memperkuat nazar dan mempererat hubungan dengan “orang suci”. Para penjaga merasa kesulitan mencegah ulah mereka, sehingga gunting besi kerap digunakan untuk membersihkan area pemakaman dari gembok. Akan tetapi, tampaknya para peziarah lebih kreatif. Tebalnya terali pagar berhasil disiasati dengan memasang gembok berukuran kecil pada gembok yang lebih besar.
Gembok juga mengandung ikhtiar manusia menjalani hidup dengan kepala dingin. Bagi Abu Nawas, gembok merupakan sarana menertawakan hidup. Kepada keluarganya, ia berpesan agar kelak gerbang makamnya menampilkan gembok sebesar ember. Tak ayal hingga saat ini, tempat peristirahatan terakhirnya mengundang tawa para peziarah.
Dari kejauhan, mereka mengira bahwa makam tokoh humor legendaris berdarah Arab dan Persia tersebut sulit dimasuki. Nyatanya, di sebelah kiri dan kanannya berdiri sebuah pagar dinding yang sangat mudah dilewati. Berbekal gembok, Abu Nawas seolah ingin berkoar bahwa hasratnya dalam berkelakar tidak mampu dibendung oleh kematian.

Tafsir Mimpi
Oneirologi, cabang ilmu pengetahuan yang meneliti tentang mimpi, memuat pemaknaan atas gembok. Seseorang yang membuka gembok dalam tidurnya, jika belum mempunyai pasangan hidup, ia dipastikan akan menikah dalam waktu dekat. Jika berada dalam penjara, maka ia akan segera keluar.
Jika tengah didera kemiskinan, maka pintu rezeki akan terbuka baginya. Jika ia seorang hakim yang sukar memutus perkara, maka jawaban akan muncul dengan mudah (Ibnu Sirin, 2004: 353). Dengan demikian, membuka gembok mengandung hikmah, kebebasan, kekayaan, dan kebaikan.
Imajinasi gembok tersaji apik dalam cerpen “Kado yang Terlambat Tiba” (dalam Kumcer Samsara, GPU, 2005). Penulisnya, Putu Fajar Arcana, mengurai kegelisahan seorang wanita pasca tragedi pembunuhan massal di Indonesia tahun 1965. Meski dilarang keluarga, ia nekat hijrah ke Jakarta. Pilihan ini diambil guna menyambung hidup, setelah suaminya dikabarkan tewas akibat tuduhan komunis.
Sebagai warga keturunan Tionghoa yang kerap mengalami diskriminasi, iklim politik jelas kurang mendukung. Suasana kota begitu mencekam, ditandai dengan letusan senapan di berbagai tempat. Kasus pembunuhan bukan lagi keanehan atau keganjilan. Guna meredam ketakutan anaknya, wanita itu selalu mengunci pintu dengan dua gembok besar. Gembok menjadi pertahanan terakhir dari segala ancaman dan situasi menegangkan. Namun demikian, rumahnya tetap saja dapat ditembus oleh kabar yang setiap hari berseliweran. Salah satunya, banyak orang ditangkap dan dikumpulkan untuk kemudian dibantai bersama-sama di lantai dasar sebuah toko.
Barangkali terinspirasi dari gembok, Dedet Setiadi memberi judul kumpulan puisinya Gembok Sang Kala (Forum Sastra Surakarta, 2012). Dalam puisinya bertajuk Gembok, ia menulis: Gerbang langit terkunci/ tak bisa dibaca/ sebelum gembok berhasil dibuka/ mengetuk-ngetuk tabir bahasa/ sajak hilang rasa!/ Di ujung pintu/ aku dengar langkahmu cethat-cethit/ mengayunkan jarum arloji/ ke arah langit yang masih terkunci//.

Bojonegoro, 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar