Berada di atas dokar, pasangan
Sri Hartini-Setia Budi Wibawa berangkat ke KPU guna mendaftarkan diri dalam
ajang Pemilihan Bupati Kudus. Maju dengan diusung PKS, Gerindra, dan PBB, keduanya
menaiki dokar dari Rumah Aspirasi Loram, Kudus menuju Jalan Ganesha nomor 4,
Purwosari. Hartini mengaku bahwa pemilihan dokar sebagai alat transportasi merupakan
kiat berbaur dengan rakyat kecil.
Dokar memang identik
dengan simbol rakyat kecil yang bermukim di desa. Keberadaan alat transportasi
tradisional tersebut menggambarkan perjuangan orang-orang desa menyiasati
beratnya beban hidup. Dalam upaya mendongkrak tingkat perekonomian, dokar
menjadi pilihan yang tepat untuk mengangkut barang dagangan sebelum transaksi
jual-beli dilaksanakan.
Bagi masyarakat
perdesaan, dokar merupakan salah satu sarana yang sangat penting dalam upaya mengokohkan
bangunan harmoni. Dikukuhkannya ikatan sosial lantaran seringnya tetangga naik
dokar bersama. Dalam taraf tertentu, alat transportasi yang memanfaatkan tenaga
kuda tersebut turut menggerus ketimpangan sosial akibat munculnya kelas-kelas
sosial dalam masyarakat.
Kemiskinan
Akut
Meski akhir-akhir ini
berjumlah terbatas, nyatanya keberadaan dokar justru menjadi daya tarik
tersendiri. Bagi wisatawan lokal, dokar menjadi pemantik kenangan masa silam
yang penuh gairah dan kegembiraan. Adapun bagi turis mancanegara, dokar
mengandung nilai-nilai kehidupan pribumi serta kearifan lokal yang barangkali
tidak ditemukan di negara asal. Itulah mengapa, di beberapa kawasan wisata,
dokar sengaja disediakan guna menambah pundi-pundi pendapatan pemerintahan
daerah dari sektor pariwisata.
Fakta di atas
menunjukkan betapa dalam kehidupan sehari-hari orang desa membutuhkan sarana
transportasi. Tak berlebihan jika keberadaannya membantu kepala desa dalam
menjalankan salah satu tugasnya “mengembangkan perekonomian masyarakat desa”
sebagaimana digariskan dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
Ilustrasi mengenai
urgensi media transportasi ditunjukkan oleh realitas sosial di desa-desa yang
terletak di kawasan perbatasan di Kabupaten Entikong yang menunjukkan
pemandangan ‘mengerikan’. Didahului oleh proses-proses tertentu, orang-orang
yang hidup di sana mengalami kemiskinan akut. Hal ini antara lain disebabkan oleh
minimnya jalan dan alat transportasi yang membuat desa-desa tersebut menjadi
daerah terpencil dan jauh dari pusat kegiatan di Indonesia.
Desa-desa di Provinsi
Kalimantan Barat yang terisolasi ternyata berdekatan dengan desa-desa di
Sarawak yang terbilang makmur. Kemiskinan akut yang menimpa penduduk di
desa-desa perbatasan ini menjadi absolut ketika disandingkan dengan kemakmuran orang-orang
yang bermukim di desa-desa yang menjadi bagian dari Sarawak. Dalam Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di
Indonesia: Sebuah Tantangan (2011: 19) disebutkan bahwa kenyataan inilah
yang menyebabkan alasan seseorang untuk berpindah ke desa-desa tetangga
sekaligus beralih kewarganegaraan menjadi warga Negara Malaysia semakin kuat.
Image Positif
Kemiskinan dan
keterbelakangan desa bercorak struktural. Bagaimanapun, problematika kemiskinan
terbelenggu dalam struktur ekonomi, sosial serta kebudayaan masyarakat desa. Tak
heran jika upaya mengentaskan kemiskinan tidak dapat dicapai dengan langkah-langkah
instan. Bagaimanapan, tanpa perombakan dan penyesuaian berbagai struktur kehidupan,
problematika kemiskinan tak mungkin teratasi. Salah satu upaya yang bisa
dilakukan adalah mengoptimalkan bidang transportasi sebagaimana gagasan Sarbini
Sumawinata.
Dalam buku Politik Ekonomi Kerakyatan, ia
menyatakan bahwa semua usaha yang berlaku di bidang industri manufaktur sebenarnya
dapat diterapkan dalam bidang transportasi. Kegiatan-kegiatan ekonomi, baik di
dalam desa maupun antardesa, hendaknya menghindari motorisasi. Meskipun
demikian, di wilayah perdesaan diperlukan rancangan angkutan yang memaksimalkan
fungsi roda dan kemudi. Dengan demikian, angkutan tersebut memiliki tingkat efìsiensi
yang cukup tinggi. Dalam konteks inilah, perlu rancangan alat transportasi
berupa gerobak modern yang ditarik dengan kuda.
Rancangan ini
menjanjikan beberapa keuntungan. Pertama, menghemat energi. Kedua, menghindari polusi
udara. Ketiga, meningkatkan produktivitas. Tersedianya alat pengangkut yang
dihela oleh kuda tentu dinilai secara teknis lebih baik dibandingkan dengan
cara dan alat transportasi berupa pikulan yang memakai tenaga manusia. Angkutan
yang dirancang tersebut dipastikan bisa menambah produktivitas yang berlipat
ganda. Di samping itu, sarana transportasi tersebut sudah cukup memadai dengan
kebutuhan-kebutuhan suatu desa serta menjangkau jarak yang tidak terlalu jauh yang
menghubungkan antara desa satu dengan desa lainnya. Dengan peralatan demikian,
pengusahaan transportasi merupakan usaha kolektif dan kooperatif yang
diusahakan oleh tenaga terlatih dari orang desa serta tetap berada dalam jangkauan
kemampuan orang-orang desa (Sarbini Sumawinata. 2004: 204).
Munculnya wacana di
atas mengindikasikan betapa dokar sejak lama memiliki image positif. Oleh karena itu, citra yang selama ini genap
menempel pada dokar jangan sampai hilang tergantikan citra negatif lantaran menjadi
unsur pemenangan bakal calon kepala daerah. Dengan ditariknya sarana
tradisional tersebut dalam jagat politik, diharapkan dokar tetap identik dengan
simbol harmoni dan peranti pengatrol ekonomi ketimbang media kampanye yang digunakan
oleh elite politik untuk menyembunyikan jatidiri sekaligus merendahkan harga
diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar