Bentara Budaya Jakarta
pernah menyelenggarakan pameran bertajuk “Menyelami Kegairahan Masa Kecil”.
Salah satu misi dalam acara tersebut yaitu merevitalisasi permainan
tradisional. Tema pameran ini tampaknya sengaja dipilih lantaran saat ini
anak-anak lebih gandrung dengan game-game
modern yang ditawarkan perangkat virtual. Padahal, jauh sebelum teknologi
berkembang dan munculnya beragam perangkat gadget,
anak-anak kerap bermain permainan tradisional berbahan sederhana dan ramah
lingkungan.
Endi Aras, penggagas
pameran ini menyebut, di Lombok, Nusa Tenggara Barat, terdapat bukit gasing.
Menurut pendiri komunitas Gudang Dolanan tersebut, di tempat itu sebulan sekali
warga setempat memainkan gasing bersama-sama. Uniknya, adu gasing dimainkan
secara berkelompok beranggotakan 10 orang dan diselenggarakan di lapangan
berukuran 10x8 meter. Pertandingan yang berlangsung selama dua kali 45 menit
ini cukup semarak, lantaran diramaikan hingga 80 kelompok.
Harmonisasi
Meski terdapat
persamaan dalam pola, cara, dan alat bermain gasing di seluruh Indonesia, namun
masing-masing daerah menyimpan nilai dan filosofi berbeda. Di Lombok, misalnya,
adu gasing memerankan fungsi ganda. Di samping merambah semua usia –mulai dari
anak-anak sampai orang dewasa—permainan berhadiah kambing atau tape compo tersebut juga merupakan
sarana silaturahim. Dalam konteks inilah, efektivitas permainan tradisional
dapat membentuk sistem sosial yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
individu dengan kestabilan masyarakat. Betapa permainan tradisional berperan
besar dalam mengokohkan fondasi masyarakat madani (civil society).
Adu gasing di Lombok
mengutamakan kerukunan, keakraban, serta kebersamaan. Dari sini kita bisa
melihat, aktivitas bermain bersama terbukti mampu menekan bahkan mengatasi gejala-gejala
perpecahan dan konflik sosial. Dengan digelarnya ajang rutin tersebut membuat
tidak ada perbedaan strata. Pelestarian permainan tradisional menjadikan
harmonisasi terjalin antara warga desa,. Dengan begitu, interaksi sosial
senantiasa dapat terpelihara. Semua lapisan masyarakat juga dapat meraih
kesenangan. Di sinilah muncul kegembiraan komunal yang dapat mengkonter
pesatnya kegembiraan individual yang ditularkan kaum urban.
Tentu dengan ajang
tersebut, pemerintah desa cukup terbantu dalam merealisasikan kebijakannya.
Bagaimanapun, keharmonisan membuat prinsip-prinsip good governance di tingkat lokal lebih mudah diimplementasikan.
Kuatnya jalinan persaudaraan dan kekerabatan di Lombok meringankan tugas
perangkat desa dalam menjalankan birokratisasi di level grass root (akar rumput), memberdayakan potensi lokal, melancarkan
misi pembangunan pemerintah pusat, memberikan pelayanan administratif, serta
melakukan dinamisasi masyarakat. Terlaksananya program pemerintahan desa antara
lain ditopang oleh intimitas serta intensitas komunikasi para warganya. Lebih
jauh, kepatuhan warga terhadap apa yang digariskan oleh pemerintah desa
menabalkan ciri komunal serta mengukuhkan ikatan emosional.
Etos
Modernitas
Meskipun demikian,
menjamurnya game online, media
sosial, dan media virtual akhir-akhir ini secara perlahan menelan tradisi
permainan tradisional. Fenomena ini menunjukkan bahwa perbudakan, penindasan,
bahkan penjajahan telah berubah bentuk. Padahal, demokrasi modern bertumpu pada
upaya membebaskan manusia dari hegemoni dan dominasi pihak lain. Pilar
kesetaraan yang mendasari mekanisme demokrasi sebagai warisan alam (natural endowment) mestinya perlu
diutamakan.
Lahir di era modern,
barang tentu anak-anak di desa sukar mengelak dari nilai, prinsip, dan etos
modernitas. Dalam situasi demikian, mereka tergiur untuk memanfaatkan perangkat
modern sebagai pemuas imajinasi. Sayangnya, ketika menggunakan gadget, anak-anak kerap terjebak pada
permainan yang kurang mendidik. Bila diperhatikan, banyak game menghadirkan berbagai kekerasan dan pornografi yang rentan
merusak mental dan kejiwaan mereka. Padahal, selain menjadi sarana belajar dan
pendongkrak prestasi, permainan seharusnya juga mampu merekatkan ikatan emosional
dengan menjunjung tinggi pluralitas masyarakat dalam bingkai keindonesiaan.
Dalam konteks inilah,
perlu dilestarikannya kembali permainan tradisional yang dapat memupuk daya
kreatifitas, mengembangkan emosi antar personal, melejitkan kemampuan bersosialisasi,
melatih sportivitas, serta membentuk bermacam kecerdasan (intelektual, logika,
spasial, kinestetik, dan natural) sebagai respons atas gencarnya gejala-gejala
kapitalisme.
Mayke (1995) mengatakan
bahwa belajar dengan bermain memberi peluang kepada anak-anak untuk
memanipulasi, mengulang, menghasilkan penemuan, bereksplorasi, melakukan
praktik, dan memperoleh bermacam konsep serta pengertian yang melimpah. Di
sinilah pembelajaran berlangsung. Mereka mengambil keputusan, menentukan,
mencipta, memilih, memasang, membongkar, mengembalikan, mencoba, mencetuskan
gagasan, memecahkan problem, melakukan pekerjaan secara tuntas, bekerja sama,
serta mengalami beragam perasaan (Anggani Sudono, 2000: 3).
Peran
Keluarga
Selayaknya berbagai
efek modernitas yang timbul dewasa ini tidak lantas memaksa anak-anak
meninggalkan kultur nenek moyang. Mereka tidak boleh dimanipulasi oleh segala
kemudahan, kenyamanan, serta kemewahan yang dijanjikan modernisme. Sebaliknya,
anak-anak yang tumbuh di wilayah perdesaan senantiasa memungut
kearifan-kearifan lokal yang diwariskan para pendahulu. Di sinilah kontribusi
keluarga sangat diharapkan dalam menanamkan kecintaan terhadap permainan
tradisional.
Dalam kehidupan
sehari-hari, orang tua dituntut mampu membentuk sebuah kultur yang meyakinkan
anak-anak dalam memaknai diri. Lazimnya, mereka lebih suka membenamkan diri
dengan kultur yang ada. Daripada mencoba hal baru, mereka merasa nyaman berada
di bawah dominasi kultur tersebut. Mengubah mindset
anak-anak yang terlanjur akrab dengan dunia maya membutuhkan waktu dan proses
adaptasi. Lingkungan sosial diciptakan dalam rangka mendukung optimalisasi
permainan tradisional, sehingga nalar, karakter, serta pola hidup anak-anak
bisa dibangun sejak dini.
Selain itu, upaya
pemahaman harus digalakkan. Orang tua senantiasa memberikan pengertian bahwa di
balik nikmatnya berselancar di jagat virtual, terkandung bahaya dan ekses yang
mengancam. Mereka dibekali informasi bahwa produk-produk modernitas, terutama
internet dan game online, tidak sepenuhnya
bermanfaat. Bahkan, jika digunakan secara serampangan dan berlebihan, risiko
dan kerugian mustahil bisa dihindarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar