Ingar-bingar
modernisasi belum sepenuhnya dirasakan rakyat kecil. Sampai detik ini,
kegelapan masih menyelimuti
sejumlah desa di Indonesia.
Pasokan listrik ke beberapa daerah pun belum merata. Sehingga, banyak daerah
disibukkan soal penerangan.
Catatan pemerintah,
terdapat 2.500 desa belum ada listrik. Ironisnya, listrik belum berhasil
menjangkau Kalimantan yang dikenal sebagai lumbung energi. Orang desa di
sekitar perbatasan dan pedalaman kerap membayangkan ada listrik yang membuat
hidup lebih mudah dan praktis.
Guna mengatasi
persoalan itu, pemerintah berupaya mengalirkan listrik ke sejumlah desa. Namun
akses yang sulit menuju lokasi serta kurangnya pembangkit listrik menjadi
kendala tersendiri.
Persoalan lain,
modernisasi tidak selalu diterima semua
lapisan masyarakat. Apalagi jika prosesnya berlangsung cepat. Sebab program
listrik masuk desa bisa mendorong transformasi nilai kehidupan melalui alat
komunikasi modern, semisal televisi, sebagai sarananya.
Rianto Adi (2012: 62)
mensinyalir, transformasi ini memunculkan beragam ekses dan dilema. Di satu
sisi, masyarakat bersedia menerima nilai yang ditawarkan televisi. Ini juga
membuat masyarakat mulai meninggalkan nilai tradisi yang sejak dulu dianut.
Sisi lain, masyarakat berani menolak nilai baru karena bisa merusak sekaligus
mendegradasi nilai-nilai lama.
Para pakar dan peneliti
mengakui, merebaknya teknologi komunikasi turut menularkan gaya berbicara, gaya
berpakaian, serta gaya hidup Jakarta ke wilayah pedalaman. Betapa identitas
lokal telah diberangus sedemikian rupa oleh bermacam tontonan yang mengusung
Jakarta sebagai ikon kemajuan. Diluncurkannya program listrik masuk desa oleh
pemerintah dan semakin terjangkaunya antena parabola bisa memunculkan
Jakartaisme lebih dahsyat.
Meskipun demikian,
teknologi komunikasi yang menjadikan listrik selaku penyangga utama menyebabkan
orang desa semakin kritis. Rasionalitas membimbing mereka dalam menyikapi
berbagai peristiwa yang terjadi.
Listrik
bisa membuka mata
Inilah salah satu
manfaat adanya pasokan listrik ke desa. Rakyat kecil mampu membedakan fakta,
dagelan politik, dan upaya pencitraan kaum elite. Mereka juga sanggup memilah
antara hak dan kewajiban selaku warga negara. Dengan demikian, munculnya
tuntutan demokratisasi akhir-akhir ini antara lain disebabkan semakin kritisnya
daya berpikir orang desa.
Tersedianya pasokan
listrik juga berpengaruh terhadap berkembangnya lokasi wisata dan meningkatnya
perekonomian lokal. Jika ditelisik secara mendalam, sebenarnya pariwisata mulai
berkembang di Ubud pada tahun 1976, sewaktu listrik dipasang di desa.
Pada permulaan tahun
1980-an, perkembangan pesat terjadi saat bank, restoran, penginapan, galeri,
butik, dan biro perjalanan bermunculan di sepanjang jalan desa, serentak dengan
program pengaspalan jalan. Sejak itulah, bungalo, cottage, homestay, serta
losmen menyebar ke sekeliling Ubud (Michel Picard, 2006: 124).
Terlepas dari sisi
positif dan negatif, bagaimanapun listrik merupakan kebutuhan vital bagi warga
negara. Potensi yang tersimpan di setiap daerah akan lebih tergali jika listrik
tersebar ke berbagai penjuru Indonesia. Supaya program listrik masuk desa bisa
berjalan lancar, dua langkah berikut perlu segera ditempuh.
Pertama,
pemerintah daerah (pemda) semestinya mempermudah terbitnya izin pelaksanaan
kebijakan energi nasional. Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong perbaikan
tata kelola pemerintahan untuk mempererat hubungan dan jalinan komunikasi
antara pusat dengan daerah.
Berdasarkan pengakuan
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arcandra Tahar, pembangunan
pembangkit listrik antara lain terkendala oleh peraturan daerah (perda) yang
mempersulit proses investasi. Banyak Perda yang tidak mendukung, tetapi justru
menghambat program listrik masuk desa.
Kedua,
komitmen Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mempercepat pembangunan listrik
desa, terutama yang terpencil dan jauh dari jangkauan transportasi, harus tetap
dipegang teguh. Komitmen tersebut antara lain
mengaliri listrik ke 484 desa di wilayah Indonesia Timur pada 2017.
Disertai dengan usaha serius, target ini pasti dapat tercapai. Mengingat, pada
tahun 2016, PLN sanggup mengalirkan listrik ke 96 desa di wilayah Papua dan
Papua Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar