Delapan desa di
Kulonprogo mengantongi kepercayaan untuk melaksanakan program Jaga Warga. Sejumlah
desa yang dimaksud yaitu Giripeni dan Bendungan di Wates, Karangsari, Tawangsari,
dan Margosari di Pengasih, Kedundang di Temon, Hargorejo di Kokap, serta
Pendoworejo di Girimulyo. Masyarakat setempat diharapkan berkontribusi dalam upaya
memelihara ketenteraman dan kesejahteraan sosial di lingkungan masing-masing.
Selama ini, gangguan
keamanan dan ketertiban masyarakat rentan menghambat kelancaran pembangunan
daerah. Dengan diluncurkannya program ini, masyarakat desa hendaknya memiliki
kepedulian supaya wilayah sekitarnya tetap aman, nyaman, serta kondusif. Mereka
dituntut lebih peka terhadap problematika yang mengancam stabilitas daerah,
seperti premanisme, narkoba, serta konflik antarwarga.
Urgensi Partisipasi
Di antara tujuan
program Jaga Warga yaitu melibatkan masyarakat dalam urusan publik. Mereka
diajak untuk bersama-sama memperhatikan kondisi sekitarnya. Dalam iklim yang
demokratis, kedudukan warga negara benar-benar diakui, di mana hak dan kewajiban
mereka genap diatur dalam Pasal 27 Sampai 34 UUD 1945. Mereka tidak lagi
diperankan menjadi objek, melainkan sebagai subjek pembangunan. Di sinilah arti
penting masyarakat dalam mendukung kebijakan pemerintah daerah. Guna mewujudkan
prinsip-prinsip good governance di
tingkat lokal, partisipasi merupakan keniscayaan.
Partisipasi menjadi
sarana yang efektif dalam menumbuhkan kembali modal sosial di desa. Partisipasi
menghendaki terbangunnya masyarakat yang mandiri dengan ikatan sosial yang
kuat. Apalagi, merangseknya budaya urban ke wilayah perdesaan membuat semangat
kekeluargaan dan kerja sama di tingkat grassroot
(akar rumput) kian luntur. Padahal, sejak dulu, prinsip kebersamaan melekat
pada diri orang desa. Dalam kehidupan desa berlaku gotong-royong, baik untuk
kepentingan pribadi maupun kepentingan rakyat.
Pada masa kerajaan
Majapahit, tradisi ini disebut rajakarya,
atau dalam bahasa Jawa baru gugur gunung.
Sebagaimana arti menurut susunan katanya, rajakarya
tidak dikhususkan bagi kepentingan raja atau penguasa semata. Rajakarya juga diberlakukan untuk
kepentingan masyarakat desa. Tradisi ini disemarakkan oleh para penghuni desa
tanpa disertai upah (Slamet Muljana, 2005: 100-101).
Dalam negara demokrasi,
pemberdayaan masyarakat dalam berbagai kepentingan publik merupakan hal yang urgen.
Pemerintah daerah dituntut mampu melahirkan lembaga-lembaga atau organisasi
non-negara yang menjadi saluran preferensi di aras lokal. Kehadiran lembaga
atau organisasi tersebut tidak menghambat jalannya pemerintahan, melainkan
justru membantu terlaksananya kebijakan. Agenda pendampingan yang dicanangkan
bisa memfasilitasi peran lembaga atau organisasi non-negara dalam pembangunan daerah.
Demokratisasi sebagai
salah satu prinsip kelembagaan lokal sangat penting karena sejumlah alasan. Pertama, meningkatkan partisipasi atau
keterlibatan masyarakat dalam menginisiasi sekaligus mewujudkan kebijakan
pemerintah supra desa. Kedua,
membekali pendidikan politik bagi masyarakat dalam upaya menciptakan
pemerintahan yang baik. Ketiga,
membangun kepercayaan, baik sesama warga desa maupun antara masyarakat dengan
pemerintah. Sebagaimana diketahui, akhir-akhir ini, kepercayaan kepada elite
pemerintahan semakin melemah.
Perlu Solidaritas
Implementasi program
Jaga Warga memerlukan solidaritas. Partisipasi orang desa dalam
kegiatan-kegiatan publik dan sosial kemasyarakatan meniscayakan interaksi dan
komunikasi yang intens. Semua yang terlibat dalam program ini harus mempunyai
komitmen untuk mendukung kebijakan pemerintah daerah.
Agar bernuansa
demokratis, partisipasi semestinya tidak meninggalkan perempuan. Bagaimanapun,
kaum Hawa memegang peranan penting dalam mengintegrasikan kebutuhannya dalam
program-program pemerintah daerah. Berbagai pengalaman di lapangan membuktikan
bahwa budaya patriarkal membuat proses pengambilan keputusan di tingkat lokal
berada dalam dominasi laki-laki. Padahal, iklim yang berpihak pada kaum Adam
hanya menjadikan program Jaga Warga “jalan di tempat”.
Yang tidak kalah
penting, terhadap berbagai macam permasalahan, masyarakat bisa menempuh langkah
preventif yang dinilai lebih baik dibanding mekanisme “pemadam kebakaran”, di
mana upaya penyelesaian dilakukan setelah masalah muncul ke permukaan. Karena
berusaha mencegah risiko dan bahaya di masa mendatang, langkah ini membutuhkan
perencanaan yang matang. Dalam konteks inilah, mereka dapat menggelar musyawarah
formal dan informal. Dengan demikian, kecuali berhubungan dengan tindak pidana
yang tentu menjadi domain aparat kepolisian, masalah-masalah sosial bisa teratasi
dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar