Dido senang sekali
karena bekalnya sangat istimewa. Ayam goreng krispy dan saus pedas adalah menu
kesukaannya. Hari itu pasti bekalnya akan ludes. Dido keluar dari kelas sambil
membawa bekal. Bersama Aldi dan Eko, ia menuju taman untuk menyantap bekal
masing-masing.
Bagi Dido, masakan ibu
adalah masakan nomor satu di dunia. Tak heran, Dido menyantap bekalnya dengan
lahap. Meski demikian, ia tak lupa untuk berdoa terlebih dahulu. Melihat apa
yang dilakukan Dido, kedua temannya juga melakukan hal yang sama. Bu Guru pernah
bilang, “anak-anak, kalau mau makan berdoa dulu ya. Jika lupa berdoa, syetan
bakal ikut makan, lho”.
Usai menikmati bekal,
mereka bertiga kembali ke kelas. Ternyata teman-temannya masih banyak yang di
luar. Maklumlah, waktu istirahat masih lumayan lama. Akan tetapi, Dido melihat
Aryo duduk sendiri di bangkunya. Raut mukanya terlihat sangat sedih.
“Aryo, kok kamu gak
istirahat?” Tanya Dido penasaran.
“Ya, Dido. Aku kan gak
bawa bekal.”
“Memangnya kenapa?”
“Gak ada yang buatkan.
Ibu sudah lama meninggal. Kalau ayah sedang kerja di luar kota.”
Mendengar pengakuan
temannya itu, mata Dido berkaca-kaca.
***
“Ma, tolong nasinya
diperbanyak. Lauknya juga ditambah ya.”
Mama Dido tidak
keberatan dengan permintaan buah hatinya. Kali ini, kotak bekal Dido lebih
besar. Bila memakai kotak kemarin, sepertinya tak akan muat menampung bekal.
Dido berangkat ke
sekolah penuh semangat. Hari itu, ia akan bertemu Pak Faisal di kelas. Ia
senang dengan cara guru favoritnya itu mengajar. Lewat permainan, Pak Faisal
mengubah matematika menjadi pelajaran mengasyikkan.
Setelah belajar bersama
Pak Faisal, Dido hendak menuju ke taman. Waktu istirahat harus dimanfaatkan
sebaik-baiknya, pikir Dido. Selain Aldi dan Eko, Dido juga mengajak Aryo.
Sesampai di taman,
Aldi, Eko, serta Dido membuka bekal masing-masing. Aldi membawa dadar gulung.
Eko membawa rendang. Sedangkan Dido membawa gurami bakar. Aryo sangat malu. Di
antara ketiga temannya, rupanya ia sendiri yang tidak berbekal. Dengan polos,
Aryo bertutur lembut, “maaf teman-teman. Aku gak bawa bekal.”
Segesit kilat, mulut
Dido menjawab, “gak usah khawatir, Aryo. Ini bekalku banyak kok. Jadi, kita
bisa makan bersama.”
Menyimak kata-kata
Dido, bibir Aryo tersungging.
Dido membalas senyum
Aryo. Ia berjanji, besok akan membawa bekal lebih banyak lagi.
Yogyakarta,
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar