Aku
yang Baru
kau
ingin aku. aku yang dulu. tapi aku tak bisa lakukan itu. aku sekarang adalah
kini yang jauh. yang tak bisa kembali pada penjahat waktu. aku bukan lagi
seperti kau tahu. aku hanya sepotong daging dan tulang lusuh. tak usah kau
harap aku. aku yang sekarang tak sama.
jika
kau masih harapkan aku. aku bisa mati karena tersiksa. karena nyawaku tinggal
satu. nyawa yang tak lagi bisa bersua dengan keadaan. nyawa yang tak bisa kau
kurangi lagi. kalau nyawaku turuti nafsu. ia akan berkorban demi kau. walau
akhirnya harus kehilangan dirinya. tapi nyawaku tak suka berkorban. ia tak mau
jadi abu. hanya karena ingin kau anggap pahlawan.
ah,
sudahlah. mungkin kini saatnya kau pindah pada duniamu. dunia yang tak pernah
kenal aku. dunia yang sudah hilang dariku. percayalah, di sana kau akan temukan
aku yang baru. bukan aku yang selalu buatmu sembilu. pastikan kaulupakan aku.
agar kau pun jadi baru. sebaru aku di duniamu. dengan begitu, kau dan aku akan
lagi bercinta. cinta dua insan yang baru. insan yang lupa akan kesunyian. insan
yang lupa akan kita yang dulu.
Malang,
2009
Eukariota*
desiran
ombak besar itu terdengar di lambungmu. kau sedang kembung atau mabuk lautan
sunyi?. wah, aku makin iri saja denganmu yang tak pernah dirundung badai remah.
wangi melur yang mambur menggiringku pada ilusi abadi. kelopak bunga teratai di
depan rumah tak mampu larungkan luka yang telah lama kau gores di sukma.
mirip
desau, pisau itu berkesiur mencari penjahat amarah. kauamuk, beku tubuhmu
lukiskan kecemburuan. gigil nafasmu ceritakan sejarah kehidupan. remang yang
kemarau sisakan serpihan ketakutan. bukankah kita tak pernah bercakap dengan
sang waktu? sebenarnya darinyalah kita kumpulkan alur cerita yang paling
lengkap.
barangkali
harus kaubaca surat-surat dari matahari. agar ia tak memarahimu besok subuh.
aku cuma lelaki rendahan. yang hanya bisa mencapai tingkatan awam. tak usah kau
rebah dalam heningku yang membatu.
* Eukariota
= organisme tinggi yang sel-selnya mempunyai inti sel sejati.
Malang,
2008
Lowongan:
Pawang Udara
udara
manja menumpuk di kamar tidurmu. pasti ia tak rela bila sembur nafasmu
bercampur dengannya. sehingga ia mati karena mengandung racun ilusi. syukurlah,
aku yang mati sukma ini tak punya tega menyapu dan membuangnya di keranjang
sampah.
sekalipun
sang penyair, tak sudi merawat dan membersihkannya, sebab ia sari udara dari
semua dosa. masuk di kamar penjaja surga, jenguk si bandar murka. (sebenarnya
sang penyair punya peka luar biasa. tapi rasanya tak sanggup mencubit rasa
udara yang begitu licin).
akhirnya,
kubeli saja kertas putih dan kutuliskan semua kesalahan sang udara dengan tinta
emas. kutempelkan di tiap pohon dan tiang yang berdiri tegak. agar semua tahu:
ada lowongan pawang udara manja yang bersemayam di relung hatimu.
Malang,
2008
Si
Kualat atau Titisan Rembulan?
wajah
rembulan tersenyum kecut pada dirimu yang menciut. setelah kau urungkan niat
sambut riang ibu tiri. ayah angkat memberi laknat, mengangkat cambuk tirakat.
seakan semua mendoakanmu jadi si kualat.
hai
lasmini. dari pada kau usir ibu tirimu yang bertebal lidah. atau kaucaci ayah
angkatmu yang sering berkerut dahi. lebih baik kau rayu si cantik rembulan.
agar bisa kau rebahkan tubuh layu diranjang tua milik neneknya. agar kau bisa
bercengkrama dengannya.
ya,
kini setelah kau turun dari ranjang itu. sinar rembulan kerap tertidur di mata
sayupmu. wah, kau pun terlihat pesona rembulan. sehingga ayah tirimu lebih puas
mencercap sinar wajahmu dari pada berlama-lama memelihara paras istrinya.
aku
tahu kau bukan anak yang didoakan semua jadi si kualat. karena semua tahu bahwa
kau titisan rembulan yang selalu membawa sinarnya dimanapun kau berkelana.
Malang,
2008
Ibu,
Ajarkan Kami Cinta
kami
tak tahu dari sperma siapa kami dilahirkan. kami tak ingin diberi tahu dari
tangan siapa kami bisa kenyang. kami hanya mengerti di mana kami mengenal
cinta. cinta yang ditertawakan. cinta yang dibenci hampir semua orang. kami tak
sadar, bahwa tempat yang kami diami sekarang adalah tempat yang sungguh seram
bagi mereka yang beriman. sekaligus tempat menyenangkan bagi mereka yang biasa
berwirid di dalamnya.
ibu,
kami ini hanya korban dari orang yang tak punya sayang. mereka hanya punya
uang, tak punya yang lain. setelah besar nanti, kami akan tahu bahwa kami tak
tumbuh karena cinta, tapi karena uang yang mereka selipkan di dadamu.
ibu,
hanya kau harta satu-satunya yang dapat kami simpan. kami tak punya intan. tapi
kami bangga karena punya ibu. ibu yang bisa mengajarkan bagaimana memahami
cinta. kami ingin punya cinta, tak seperti cinta mereka pada tubuhmu. meski
bagimu, kami hanyalah sampah yang kerap membuat mereka tak jadi balas cintamu.
tapi kami tetap ingin kau tularkan ilmu cinta. agar kami waspada pada siapa
saja yang sia-siakan cinta. jangan kau malu, karena kami cukup mengerti dengan
keadaan hatimu. tak usah kau bosan, bila kami sering bertanya tentang ayah.
ayah yang setiap hari datang. ayah yang setiap hari berganti wajah.
Malang,
2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar