Judul Buku : Indonesia,
Habis Gelap Terbitlah Terang (Kisah Inspiratif Dahlan Iskan)
Editor : Ishadi S. K
Penerbit :
Mizan
Tebal :
xviii + 204 Halaman
Cetakan :
Pertama
Tahun Terbit : Oktober, 2011
Harga :
39.500,-
Satu tahun; Waktu yang
terasa mustahil mewujudkan perubahan besar. Walakin, hal tersebut tidaklah
berlaku bagi Iskan. Ya, Dahlan Iskan. Ialah seseorang yang nekat merombak image sekaligus performa PLN. Sejak
diangkat selaku Direktur Utama PLN pada 23 Desember 2009, ia maraton membenahi
perusahaan yang mengantongi seribu masalah tersebut. Salah satu keberhasilan
yang direngkuh yaitu meredakan laju pemadaman bergilir di hampir serata wilayah
Indonesia. Dan sebab keberhasilannya itulah, mulai 19 Oktober 2011 ia dipercaya
sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.
Sungguh, apa yang
dicapai Dahlan Iskan amatlah jauh dari bayangan. Betapa sebagian kalangan
kurang percaya dengan kredibilitas yang dimilikinya. Dalam buku yang disuguhi
pengantar oleh Jakob Oetama ini dituturkan, bahwa pada awalnya, kemampuan
Dahlan Iskan sangatlah diragukan. Mengingat, selama ini ia dikenal sebagai CEO
surat kabar dengan posisi mudah melempar titah. Berbeda dengan PLN (persero)
yang berhubungan dengan seluk-beluk birokrasi dan pihak-pihak lain di luar
perusahaan. Apalagi, dalam segi fisik, pada kala itu, ia baru saja menjalani
transplantasi hati di China—yang tentu sedikit banyak akan mempengaruhi
kinerja.
Selain
kekurangpercayaan, Dahlan Iskan juga dihadapkan pada problematika yang membelit
PLN. Sebagai contoh, dalam disertasinya, Pasaribu (2009) mengemukakan: “banyak
unit-unit di PLN melaksanakan tugas yang sama dengan teknologi yang sama,
tetapi produktivitasnya tidak sama…”
Belum lagi dengan apa
yang misalnya disebut dalam buku Myelin,
Mobilisasi Intangibles menjadi Kekuatan Perubahan (2010), bahwa PLN
dihadapkan pada dua tantangan besar. Pertama, krisis listrik yang terus menerus
terjadi selama beberapa tahun terakhir. Kedua, ketenagalistrikan yang
menekankan pentingnya infrastruktur kelistrikan dalam pembangunan.
Dahlan Iskan menolak
anggapan miring tersebut. Meski dituntut mampu memimpin Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)—yang dipercaya menyediakan kebutuhan listrik di seluruh Indonesia—ia
urung menyerah. Berbekal kerja keras, strategi tinggi, serta langkah cerdas,
akhirnya ia mampu mengatasi permasalahan dan tantangan-tantangan berat.
Ahman, dkk (2007)
mengatakan, penerapan fungsi manajemen pada badan usaha seperti BUMN berbeda
dengan perusahaan swasta. BUMN harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat
(fungsi sosial). Oleh karena itu, selain mencari keuntungan, PLN juga melayani
kepentingan orang banyak. Sebagai badan usaha, PLN memiliki enam fungsi, yaitu:
fungsi penguasaan, fungsi teknis, fungsi sosial, fungsi komersil, serta fungsi
administrasi. Dalam perjalanannya, fungsi-fungsi tersebut dapat dijalankan
secara maksimal oleh PLN selagi dinahkodai oleh Dahlan Iskan.
Buku ini memuat buah
pena orang-orang ternama, seperti Effendi Gazali (pakar komunikasi), Muhamad
Reza (Akademisi dan Project Manager di ABB Company, Vasteras, Swedia), Sabam P.
Siagian (wartawan senior), Sofjan Wanadi (ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia),
Tri Mumpuni (Social Entrepeneur Microhidro), dan beberapa tokoh lainnya dari
beragam bidang. Dari tulisan mereka, bisa dipetik bagaimana pendiri Graha Pena dan
stasiun televisi lokal JTV tersebut mengelola PLN. Di antara kiat sukses yang
dilancarkan Dahlan Iskan dalam menata PLN adalah dengan skala prioritas.
Dibubuhi foto-foto
Dahlan Iskan saat bertugas, mengantarkan buku ini kian menarik. Semisal tatkala
kunjungannya ke Gardu Induk di Sumatera Utara, tinjauan proyek IPP PLTU Simpang
Blimbing, rapat darurat di halaman Stadion Toeah Pahoe Palangkaraya, dan
kunjungan kerja dalam rangka selamatan pembangunan PLTA Asahan III.
Menyitir ungkapan
Rhenald Kasali, “dalam pengalaman
berharga tersimpan sejuta rahasia kehidupan. Tuliskanlah, maka orang lain akan
memecahkannya.” Maka, penyusunan buku yang menguliti kiprah Dahlan Iskan
dalam urusan listrik merupakan di antara upaya guna menuliskan pengalaman
berharga tersebut.
Yogyakarta, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar