Selasa, 10 Juli 2012

Daging Mujair dari Raisa (Cernak_Riza Multazam Luthfy, terbit di majalah "Berdi" edisi 4 Juli – 3 Agustus 2012)


Minggu itu, Bu Hami pulang dari pasar. Ia membawa sayur-sayuran dan bahan makanan lainnya. Ia juga tak lupa membelikan dua ikan mujair kesukaan Raisa.
Sehabis cuci tangan, Bu Hami langsung menuju dapur. Ia segera menyiapkan hidangan istimewa. Apa yang diborong dari pasar bakal dijadikan menu santap siang. Paginya, ia sekeluarga memilih bubur ayam sebagai menu sarapan. Kemarin, Bu Hami bilang kepada Raisa kalau ia akan pergi sendiri ke pasar. Biar Mbok Darmi bisa menengok kampung halaman. Kasihan, sudah hampir setahun pembantunya itu tak pulang.
Raisa senang sekali. Senyumnya kian mengembang kala melihat sang bunda memegangi ikan mujair. “asyik, sayur santan ikan mujair” pekiknya kegirangan.
Raisa sangat bangga dengan sang bunda yang suka menepati janji. “Jika Raisa mampu menamatkan dongeng ini, ibu akan buatkan sayur santan ikan mujair”. Begitulah suatu hari Bu Hami bertutur kepada Raisa.
Aroma masakan mengundang Raisa menuju ruang makan. Setelah menunggu sekitar dua jam, akhirnya Raisa akan menikmati menu kesukaannya. Di atas meja tersedia sayur brokoli dan udang kecap. Ialah menu pilihan ibu dan ayahnya. Sedangkan di bagian tengah agak ke samping, terdapat semangkuk sayur santan ikan mujair.
Ayah dan ibunya menyantap hidangan begitu lahap. Adapun Raisa, ia hanya menghabiskan beberapa suap nasi. Ikan mujairnya juga masih sisa banyak.
“Kenapa Raisa? Kok makannya sedikit. Kamu sakit, ya?”
“Tidak kok, Bu.”
Sekejap kemudian Raisa keluar dengan membawa sisa ikan mujairnya. Di depan pintu belakang, ia mengundang kucingnya. Ia mengulurkan ikan mujairnya untuk dilahap hewan piarannya itu.
***
Bu Hami tergolong perempuan pintar memasak. Oleh sebab itulah, Raisa lebih suka membawa bekal makanan dari rumah. Ia sangat jarang jajan di kantin. Bagi Raisa, masakan ibu merupakan masakan terlezat di dunia.
Pagi itu, Bu Hami membawakan bekal nasi dan sayur santan ikan mujair. Raisa sangat senang. Ia begitu bersemangat berangkat ke sekolah.
Siangnya, saat membuka kotak Raisa, Bu Hami kaget. Ternyata bekal anaknya masih tersisa. Meski nasi dan kuahnya ludes, separuh ikan mujair masih tergolek. Dengan membelai rambut anaknya, Bu Hami bertanya lembut, “kenapa ikannya gak dihabiskan, Raisa?”
Dengan polos Raisa menjawab, “itu buat Si Manis, Bu. Masa dari dulu cuma kebagian duri dan kepala. Pasti ia senang, kalau diberi daging.”
Mata Bu Hami tersenyum bangga dengan buah hatinya. Ia berjanji akan sering membuatkan sayur santan ikan mujair untuk Raisa.

Yogyakarta, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar