Rabu, 16 Oktober 2013

Puisi_Riza Multazam Luthfy (Terbit di harian "Joglosemar" edisi Minggu, 14 Oktober 2013)

Sesaat

kaki,
hanya kau yang sanggup
keluhkan derita
hanya kau yang mampu
puaskan hasrat
si sukma

sekarang, boleh jadi
kau acuh
pada kenangan
yang tak kan kembali

Malang, 2009


Riwayatnya

aku dan kata
berbaur
menjadi
- sukmamu -

Malang, 2009


Cinta Si Gila

pagi ini kau ingin aku keluh
tapi aku tak rela, karena kau berharap lumpuh
layar cinta yang kuberikan padamu tak berlabuh
ubahku adalah tenaga yang kaubuang seluruh
hasrat itu enggan bertumbuh
sayangmu pun lari penuh
hanya harap yang tak bersentuh
terkenang pada tubuh piyuh
enggan berburuh
pada si pengaruh

Malang, 2009


Humor?

maut dan dosa
suka bercanda
lewat:
            - air mata -

Malang, 2009


Jas Hujan

aku rindu mengajakmu
melihat kepingan mimpi
di tengah kebisingan

aku tak mau lagi
melihatmu tersesat, terseret
apalagi terjerembab
dalam ombak kegirangan

anak kecil itu
memukul-mukul perut
menjambak-jambak rambut
berharap segera bertemu
malaikat maut

apakah kita
hanya bermodal raga
padahal si sukma
mengobral jasa
menyisihkan, menyisakan
satu jas hujan

agar kehangatan
bisa mereka hirup
agar semua sadar
mereka butuh hidup


Malang, 2010

Meraih Asa dengan Tiga Juta (Resensi_Riza Multazam Luthfy, terbit di harian "Metro Riau" edisi Minggu, 6 Oktober 2013)

Judul: Rp 3 Juta Keliling China Utara
Penulis: Rahma Yulianti
Terbit: Januari 2013
Penerbit: B first
Tebal: 224 halaman
ISBN: 978-602-8864-71-8
Harga: Rp. 39.000,-
Bagi Anda yang tertarik menikmati pesona China Utara dengan biaya murah, maka buku ini dapat menjadi pemandu sekaligus sahabat terbaik dalam perjalanan. Tidak hanya menunjukkan loka wisata mana saja yang layak dikunjungi, namun juga membocorkan aneka ragam tips agar perjalanan bisa lebih nyaman, rileks, dan tanpa perlu memusingkan pembiayaan.
Ialah Rahma Yulianti. Lulusan Universitas Indonesia (UI) Jurusan Arsitektur yang bersedia meluangkan waktu untuk berbagi pengalaman melalui buku yang ditulis. Kegemaran backpacking jurnalis salah satu tabloid arsitektur di Jakarta tersebut rupanya mengilhaminya untuk mengabadikan pengalaman ketika berkelana ke luar negeri. Yang menarik dari catatannya yang telah dibukukan yaitu tawaran bagi para backpacker untuk mengelilingi China Utara dengan harga di bawah normal. Inilah yang membuat karya perempuan yang melakukan backpacking pertama kali pada 2005 tersebut berbeda dengan karya-karya lain yang sejenis.
Buku ini tidak melulu menyajikan panduan mengenai rute transportasi kawasan yang dituju, namun juga daftar restoran penyedia makanan halal; kosakata simple yang wajib di ketahui; info penginapan, belanja, dan contoh itinerary; dan yang terpenting adalah rincian biaya keseluruhan dengan harga hemat dan akurat. Jadi, bagi Anda yang menginginkan bepergian ke China Utara dengan biaya super irit, maka buku ini bisa menjadi solusi yang tepat. Apalagi, pengalaman penulis dalam hal berkelana dengan dana terbatas sudah tidak diragukan lagi. Hal ini tidak terlepas dari kegandrungannya berburu tiket murah guna menelusuri keindahan dan keelokan kota-kota besar di dunia.
Di antara yang direkomendasikan untuk dikunjungi yaitu Ancient Cultural Street. Ialah jalan sepanjang 0,36 mil yang dibangun dengan meniru konsep kawasan kota lama Tianjin. Bangunan-bangunan di sana tersusun dari batu bata berwarna abu-abu, beratap lengkuh khas China, dan berpintu merah. Jalannya dilapisi dengan conblock, mirip setting film-film China zaman dahulu. Jalan ini digunakan untuk memborong oleh-oleh khas China atau mencicipi makanan ala China. Jika Anda berkunjung pada 23 Maret, tempat ini akan berhias ribuan lampion dan diramaikan dengan pertunjukan barongsai (halaman 33).
Tempat lain yaitu Forbidden City yang sekarang berganti nama Palace Museum. Pembangunannya dimulai pada 1406 dan pernah dijadikan istana oleh 24 kaisar. Alasan kenapa dulu dinamakan Forbidden City yaitu karena tempat ini pada zaman dulu pernah terlarang bagi orang luar. Tanpa seizing kaisar, siapa pun dilarang keluar-masuk di tempat ini. Apabila terbukti melanggar, maka hukumannya adalah mati. Forbidden City terdiri atas banyak bangunan dengan berbagai fungsi berbeda, seperti ruang tunggu, ruang upacaran juga ruang ganti baju kaisar (halaman 86). Dengan demikian, tempat ini penuh dengan nuansa kesejarahan yang kental. Maka, di samping mengagumi kokoh dan megahnya bangunan-bangunan usang dengan konstruksi yang monumental, tentu bagi yang berminat dengan historiografi, berkunjung ke tempat bersejarah ini bukan hal yang patut ditawar lagi. 
Informasi mengenai rute transportasi ke Shanghai International Youth Hostel (Utels) oleh penulis ditunjukkan pada halaman 123. Dengan menggunakan subway, Anda bisa sampai ke tempat tujuan dengan memulai perjalanan dari bandara ke stasiun subway yang berada di Lantai B1, lalu berhenti di Zhongsan Park. Kemudian bertukar ke line 3 atau 4, dengan tempo berkisar 30 menit.
Adapun restoran yang bisa menjadi rujukan bagi orang-orang Islam antara lain restoran China Muslim yang berada lebih kurang 20 meter dari Tu Lau Fan, Muslim Food Center yang terletak di seberang Masjid Niu Jie, serta restoran Muslim di dekat Chaoyang Road. Selain itu, di sekitar Grand Mosque terdapat juga pusat makanan halal yang menjual kebab dan roti naan. Maka, tidak ada kekhawatiran bagi Anda yang diharuskan menghindari makanan-makanan larangan syariat.
Mengenai biaya penginapan, dibeberkan beberapa yang dianggap perlu. 6-bed mixe dorm $8,3, 4-bed mixed dorm $10, standar twin private ensuite $24, dan basic twin private ensuite $ 21,57 (penginapan Tian An Men Sunrise Hotel); single $28,16, budge double $29,81, twin private bathroom $31, 38, dan double private bathroom $31,38 (penginapan no. 161 Hostel); 6-bad dorm-mixed $11,01, 6-bed dorm-mixed $12,58, dan double $26,4 (penginapan Happy Dragon Courtyard Hostel). (halaman 104-105). Dengan daftar biaya semacam ini, Anda tidak perlu was-was, jika berkunjung ke China Utara dengan bekal pas-pasan.
Nilai lebih buku yang dikemas penuh elegan ini kian teruji dengan upaya penulis menyelipkan secuplik pembuktian mengenai beberapa mitos mengenai orang China. Di antaranya ketidakmampuan orang China berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Faktanya, generasi muda China kini mulai belajar dan berbahasa Inggris, meskipun kebanyakan orang, seperti petugas loket, sopir taksi, sopir bus, dan petugas informasi, belum menunjukkan kemampuannya dalam hal ini. Mitos tentang joroknya toilet-toilet di sana. Kenyataannya, beberapa toilet, khususnya di Badaling Great Wall, Forbidden City, Summer Palace, South Bejing Station, juga Niu Jie Mosque, tempat membuang sampah perut tersebut justru sudah dilengkapi dengan autoflush (tombol peniram otomatis), meskipun orang-orang lanjut usia dikenal tidak menyiram kotoran mereka. Mitos tentang kekurangcocokan China bagi orang Islam. Realitas berkata lain. Walaupun tidak semudah jika berkunjung ke negara dengan mayoritas penduduknya muslim, namun di sana bayak terdapat masjid dan beberapa restoran dengan label halal. Mitos mengenai kesombongan dan keangkuhan orang China. Faktanya tidak sepenuhnya demikian. Memang banyak yang suka menyerobot antrean, acuh tak acuh kepada orang lain, berbicara dengan nada tinggi, serta menunjukkan kemarahan. Akan tetapi, banyak pula yang tidak keberatan ketika dimintai bantuan untuk menunjukkan jalan.

Yogyakarta, 2013

Sabtu, 05 Oktober 2013

Puisi_Riza Multazam Luthfy (Terbit di harian "Suara Karya" edisi Sabtu, 5 Oktober 2013)

Regol Mata

apa karena debu ini
kau menghardik
kakiku?

sebenarnya
ia hanya berharap
kau mau mengobati
matanya
yang telah lama
tak mengenalmu

Malang, 2009


Obituari Jiwa

sungguh,
aku tak ingin keningmu
bergaris senja

sebelum kau tebarkan
gerigi jagungmu
pada filusuf tua
dan pemburu manja

kau ini
pegawai gadai yang lemah
bisa bertingkah
bila si empu tak rela
merawat atau menyimpan
di keranjang sampah

Malang, 2009


Sebadan

hanya kata
hanya sukma
bergumul
melumat bibir puisi
menuai teduh sunyi

bertukar rasa
berjabat sapa
menular biji perih, luka
menguar bebenih cinta

o, para durja
peliharalah kami
dalam jengkal langkah
dan hasrat manusiawi

Bojonegoro, 2013


Gunting

wahai rambut
dari segala lelembut

boleh saja
kau titipkan nasib
serdadu kutu durjana
guna ditebas hidung, telinga

daripada jemari kami
lelah menggantung doa
mengais sisa para punggawa

Yogyakarta, 2013


Sarung

lebar seperti jangat
kuat seliat kawat

kami titiskan lembut
dalam arus perut

kami redamkan maut
dalam setiap keriput

gerangan siapa
teguh meluput nestapa
ringan mengulur hampa
siap kami belitkan lengan
kami susupkan riang
pada bulu cecabang
penjaga paha betis kalian

Yogyakarta, 2013


Kepada Peluk

waktu telah membusuk
diterkam cahaya lapuk

mimpi genap terbungkus
dalam tanah yang tandus

maka, dari engkaulah
kami membuka mata
melebar liang telinga
mengubur kembali
sangsi pun sangsai
yang tak sempat usai

Yogyakarta, 2013

Kamis, 03 Oktober 2013

Pengantar Mayat (Cerpen_Riza Multazam Luthfy, terbit di harian "Riau Pos" edisi Minggu, 29 September 2013)

Baiknya, kuperkenalkan kau kepada seseorang yang sangat penting dalam hidupmu, sebelum ajal benar-benar hinggap di tengkuk.
Meski uban belum menghuni kepalamu yang subur, meski garis-garis keriput belum merayapi kulitmu yang lindap, meski rabun dan pikun belum mengendap di mata dan pikiranmu, meski batuk disertai darah hitam-kental belum muncrat dari mulutmu yang kerap bersumpah serapah itu, kusarankan agar kau mengenalnya terlebih dahulu.
Ya, kau tak akan merugi jika mulai sekarang nama, pekerjaan serta alamat orang ini genap menempel di otakmu. Syukur-syukur termasuk juga nomor HP-nya. Toh, cuma perlu secuil tempat untuk menancapkannya di bagian sudut hard disk kiriman Tuhan itu, jika dibanding dengan jumlah utang perusahaanmu, atau barang-barang permintaan istrimu ketika ulang tahunnya ketigapuluh dua, atau berpuluh nama gadis simpanan yang mesti kau hafal satu persatu di luar kepala—agar tak tertukar di antara mereka, atau bahkan dengan ibu dari anak-anakmu. Itu artinya, kau melakukan hal yang berarti bagi perjalanan hidupmu: menyiapkan kematian jauh-jauh hari. Hingga, ketika bosan bertahan di dunia, kau bisa menghubunginya dengan menelepon atau sekadar mengirim SMS. Dan, ia akan datang dengan segera; dengan baju compang-camping, rambut awut-awutan, dan wajah yang boleh dikatakan lebih mirip setan ketimbang manusia. Tapi….
Tapi apa?
Barangkali kau akan melotot sambil melongo, terheran-heran, saat mengetahui bahwa siapapun pengundang orang ini, orang yang kusembunyikan namanya dari tadi, malah bergembira. Bergembira dengan gigi-gigi berjongkok diam, gemetaran, sebab menahan biji tawa supaya enggan lepas dari sarangnya. Bergembira lantaran salah satu keluarganya akan mati tenang serta dalam keadaan jauh dari nestapa. Bergembira karena harta warisan bakal dibagi secara serampangan, tanpa menaruh khawatir jika arwah si pewaris bakal gentayangan.
Baiklah. Daripada kelamaan merahasiakannya, buka lebar-lebar dua telingamu! Akan kusingkap kedoknya. Bukan terlalu capai berbasa-basi denganmu, namun lebih karena aku melanting kasihan melihat alismu berulang kali berjingkat, sesetel matamu berkilat-kilat, memendam pertanyaan siapa sebenarnya orang yang kumaksud.
Mudrik. Namanya Mudrik. Kasim Mudrik lengkapnya. Eit, simpanlah pertanyaanmu, jika kau berhasrat bertanya asal-usulnya. Sebab, tak seorang pun mengetahui. Tak seorang pun mengetahui jika ia, entah dilahirkan oleh dan di batu, oleh dan di air, oleh dan di udara, atau oleh dan di api. Emmm…. Tapi, kupikir ia tidak semisterius itu. Ah, peduli apa aku, juga kau, dengan siapa dirinya sebenarnya. Karena yang terpenting darinya bukanlah siapa ibunya, dari mana ia berasal, atau bahkan namanya sekalipun.
Jadi, maksudmu?
Yang terpenting dari orang ini adalah track-record-nya. Semua orang yang ingin bahagia hingga di kehidupan kedua, termasuk kau, maka wajib mendengar penuturanku tentang dirinya. Agar secepatnya kau mencatatnya sebagai orang yang teramat istimewa bagimu, melebihi lainnya, bahkan istri atau anakmu. Juga uang tabungan di luar negeri, di mana tiada seorang pun mengendusnya, kecuali dirimu sendiri.  
Mudrik. Kau tahu? Ia hanyalah pengantar mayat. Ia datang ke rumah duka untuk menggerung-gerung sambil mencakar-cakar lantai di samping mayat yang baru saja meninggal. Ia akan memilih mendekat—sedekat-dekatnya—ke mayat. Lantas dengan suara yang menyayat, ia menangis sejadi-jadinya. Siapapun mendengar tangisannya, tentu akan turut serta mengalirkan air mata. Tak jarang, sebagian di antara mereka akan memekik, menjerit dengan suara pilu membabibuta; mengabarkan kesedihan kepada alam semesta. 
Ia akan terus menangis sampai seluruh keluarga si mayat berkumpul, untuk kemudian bersama-sama mengantarkan ke rumah abadi. Dan, enggan ia menghapus ratapannya kecuali jika anak pertama si mayat sudah berada di dekatnya. Jadi, jikalau selama bertahun-tahun, anak pertama si mayat belum juga muncul, maka lelaki dengan sorot pandang tajam dan cambang yang lecek itu akan tetap menangis. Menangis dengan suara menggelegar, mirip petir buncit waktu menyambar pohon beringin di tengah alun-alun kota hingga tumbang. Kalau itu terjadi, maka pasti ia memerintahkan agar penguburan mayat ditunda, hingga seorang yang dinanti-nanti betul-betul nampak batang pantatnya.
Bukan tanpa alasan jika Mudrik berbuat demikian. Menurutnya, anak pertama merupakan pewaris sekaligus penerus cita-cita orang tua. Anak pertama memanggul tanggung jawab berat untuk melanjutkan perjuangan ayah-bunda. Anak pertama dilahirkan guna memimpin dan mengarahkan adik-adiknya. Anak pertama ditumbuh-besarkan demi mengharumkan nama keluarga. Itulah mengapa Mudrik berkecek, seorang ayah atau ibu yang meninggal dan dikubur tanpa diantar oleh anak pertama, maka mustahil keduanya bisa merasa nyaman dan tenang di alam baka. 
O, ya, dari tadi belum kujelaskan mengapa para pengundang Mudrik bisa begitu gembira dengan kehadiran sosok mengerikan sekaligus menyenangkan itu. Dan, inilah yang perlu kau camkan! Ia, Mudrik, lelaki dengan tindik di pusarnya itu, selain meratap dan mengantar mayat sampai kuburan, di tengah perjalanan menuju tempat peristirahatan terakhir tersebut, ia juga bertugas menyebarkan guntingan kertas-kertas mungil berwarna hijau muda. Di kertas itulah terpahat kalimat ringkas, menggambarkan keadaan lahir atau batin si mayat, yang ia baca keras-keras dengan sesekali mendongak ke atas. 
Sebelum membuntuti mayat menuju loka baru, ia akan menuliskan satu atau dua baris kalimat guna menerangkan profil mayat yang sedang diiringi. Barang tentu dalam menuliskan kalimat tersebut, ia mengekor saja kepada pemesan. Apabila pemesan mengharapkan agar si mayat dikenang mulia dan luhur budi, maka Mudrik, misalnya, akan mengguratkan pena, menggoreskan kata-kata: “inilah orang yang ketika hidupnya selalu berbuat kebajikan, menolong yang lemah, giat mendermakan harta kepada para janda”. Pun sebaliknya, jika mungkin ada seorang anak bernafsu supaya sang ayah dinilai oleh tetangga dan kolega sebagai dursila, maka Mudrik dengan ringan tangan akan menulis demikian: “inilah orang yang rajin berbuat nista, doyan mengelabui manusia, bertindak culas hingga akhir hayatnya.”
Guntingan kertas-kertas mungil yang ditulisi dan dirapal berulang kali sebelum sampai di kuburan tersebut, masih kata Mudrik, merupakan kesaksian bagi si mayat. Kesaksian apakah ketika tinggal di dunia, seseorang berperan selaku pahlawan atau penjahat, berperangai baik atau gemar maksiat, berkalung martabat atau bosan dihujat. Kesaksian itu menjadi catatan terakhir bagi malaikat sebelum dilaporkan kepada Sang Pencipta Kodrat. Entah berdasar kitab apa, pokoknya Mudrik meyakini bahwa dengan kesaksian itulah, bisa diterka adakah seseorang yang meninggal mengalami kebahagiaan yang sangat atau mengunyah penderitaan berlarat-larat.
Tergantung pemesan?
Tergantung pemesan. Kalimat apapun yang diinginkan pemesan pasti akan ditulis oleh Mudrik. Tak ayal, jika akhir-akhir ini berbondong-bondonglah orang memanfaatkan jasanya. Sebut saja Lumoto, anggota DPR yang sudah dua kali menjabat dan sedang terbelit kasus korupsi. Nekat ia menguras kantongnya, demi menghendaki supaya kertasnya kelak berbunyi: “inilah anggota dewan yang bijak dan suka membela hak-hak rakyat”. Atau Karidmah, mantan artis yang tersandung kasus pembunuhan terhadap ulama tersohor di Jakarta. Rela ia menghadiahkan tiga rumah mewahnya sekaligus, dengan syarat Mudrik mau memberi kesaksian: “inilah wanita salihah, berbakti kepada agama, selalu sayang kepada sesama.” Atau Pikemboh, penyair gaek yang rajin menenggak bir. Tiga bulan lalu, naik motor renta, ia berkunjung ke rumah kokoh menghadap jalan. Di kediaman Mudrik itu, di senja yang agak kusam itu, ia berjanji menghadiahkan seluruh buku antologinya, puisi-puisi liarnya, termasuk juga cadangan imajinasinya, apabila sang pengantar mayat tersebut bersedia mengecapnya: “inilah penyair yang benar-benar penyair. Penyair yang mencintai kata di atas segalanya.”
Dan, sekali lagi, baiknya kau mengenal aku, sebelum akhirnya memamah penyesalan. Sebelum akhirnya kedudukanmu kurongrong dari dalam, kehormatanmu kuhajar habis-habisan, kewibawaanmu sedikit demi sedikit kurontokkan, ketenaranmu kuhilangkan, nyawamu kuhabisi pelan-pelan. Dan, ketika nyaris sekarat itulah, jangan lupa tekan 085649773437.
Itulah nomorku, nomor Mudrik yang cukup sangar dan disegani oleh para psikopat itu!

Yogyakarta, 2012