Rabu, 16 Oktober 2013

Meraih Asa dengan Tiga Juta (Resensi_Riza Multazam Luthfy, terbit di harian "Metro Riau" edisi Minggu, 6 Oktober 2013)

Judul: Rp 3 Juta Keliling China Utara
Penulis: Rahma Yulianti
Terbit: Januari 2013
Penerbit: B first
Tebal: 224 halaman
ISBN: 978-602-8864-71-8
Harga: Rp. 39.000,-
Bagi Anda yang tertarik menikmati pesona China Utara dengan biaya murah, maka buku ini dapat menjadi pemandu sekaligus sahabat terbaik dalam perjalanan. Tidak hanya menunjukkan loka wisata mana saja yang layak dikunjungi, namun juga membocorkan aneka ragam tips agar perjalanan bisa lebih nyaman, rileks, dan tanpa perlu memusingkan pembiayaan.
Ialah Rahma Yulianti. Lulusan Universitas Indonesia (UI) Jurusan Arsitektur yang bersedia meluangkan waktu untuk berbagi pengalaman melalui buku yang ditulis. Kegemaran backpacking jurnalis salah satu tabloid arsitektur di Jakarta tersebut rupanya mengilhaminya untuk mengabadikan pengalaman ketika berkelana ke luar negeri. Yang menarik dari catatannya yang telah dibukukan yaitu tawaran bagi para backpacker untuk mengelilingi China Utara dengan harga di bawah normal. Inilah yang membuat karya perempuan yang melakukan backpacking pertama kali pada 2005 tersebut berbeda dengan karya-karya lain yang sejenis.
Buku ini tidak melulu menyajikan panduan mengenai rute transportasi kawasan yang dituju, namun juga daftar restoran penyedia makanan halal; kosakata simple yang wajib di ketahui; info penginapan, belanja, dan contoh itinerary; dan yang terpenting adalah rincian biaya keseluruhan dengan harga hemat dan akurat. Jadi, bagi Anda yang menginginkan bepergian ke China Utara dengan biaya super irit, maka buku ini bisa menjadi solusi yang tepat. Apalagi, pengalaman penulis dalam hal berkelana dengan dana terbatas sudah tidak diragukan lagi. Hal ini tidak terlepas dari kegandrungannya berburu tiket murah guna menelusuri keindahan dan keelokan kota-kota besar di dunia.
Di antara yang direkomendasikan untuk dikunjungi yaitu Ancient Cultural Street. Ialah jalan sepanjang 0,36 mil yang dibangun dengan meniru konsep kawasan kota lama Tianjin. Bangunan-bangunan di sana tersusun dari batu bata berwarna abu-abu, beratap lengkuh khas China, dan berpintu merah. Jalannya dilapisi dengan conblock, mirip setting film-film China zaman dahulu. Jalan ini digunakan untuk memborong oleh-oleh khas China atau mencicipi makanan ala China. Jika Anda berkunjung pada 23 Maret, tempat ini akan berhias ribuan lampion dan diramaikan dengan pertunjukan barongsai (halaman 33).
Tempat lain yaitu Forbidden City yang sekarang berganti nama Palace Museum. Pembangunannya dimulai pada 1406 dan pernah dijadikan istana oleh 24 kaisar. Alasan kenapa dulu dinamakan Forbidden City yaitu karena tempat ini pada zaman dulu pernah terlarang bagi orang luar. Tanpa seizing kaisar, siapa pun dilarang keluar-masuk di tempat ini. Apabila terbukti melanggar, maka hukumannya adalah mati. Forbidden City terdiri atas banyak bangunan dengan berbagai fungsi berbeda, seperti ruang tunggu, ruang upacaran juga ruang ganti baju kaisar (halaman 86). Dengan demikian, tempat ini penuh dengan nuansa kesejarahan yang kental. Maka, di samping mengagumi kokoh dan megahnya bangunan-bangunan usang dengan konstruksi yang monumental, tentu bagi yang berminat dengan historiografi, berkunjung ke tempat bersejarah ini bukan hal yang patut ditawar lagi. 
Informasi mengenai rute transportasi ke Shanghai International Youth Hostel (Utels) oleh penulis ditunjukkan pada halaman 123. Dengan menggunakan subway, Anda bisa sampai ke tempat tujuan dengan memulai perjalanan dari bandara ke stasiun subway yang berada di Lantai B1, lalu berhenti di Zhongsan Park. Kemudian bertukar ke line 3 atau 4, dengan tempo berkisar 30 menit.
Adapun restoran yang bisa menjadi rujukan bagi orang-orang Islam antara lain restoran China Muslim yang berada lebih kurang 20 meter dari Tu Lau Fan, Muslim Food Center yang terletak di seberang Masjid Niu Jie, serta restoran Muslim di dekat Chaoyang Road. Selain itu, di sekitar Grand Mosque terdapat juga pusat makanan halal yang menjual kebab dan roti naan. Maka, tidak ada kekhawatiran bagi Anda yang diharuskan menghindari makanan-makanan larangan syariat.
Mengenai biaya penginapan, dibeberkan beberapa yang dianggap perlu. 6-bed mixe dorm $8,3, 4-bed mixed dorm $10, standar twin private ensuite $24, dan basic twin private ensuite $ 21,57 (penginapan Tian An Men Sunrise Hotel); single $28,16, budge double $29,81, twin private bathroom $31, 38, dan double private bathroom $31,38 (penginapan no. 161 Hostel); 6-bad dorm-mixed $11,01, 6-bed dorm-mixed $12,58, dan double $26,4 (penginapan Happy Dragon Courtyard Hostel). (halaman 104-105). Dengan daftar biaya semacam ini, Anda tidak perlu was-was, jika berkunjung ke China Utara dengan bekal pas-pasan.
Nilai lebih buku yang dikemas penuh elegan ini kian teruji dengan upaya penulis menyelipkan secuplik pembuktian mengenai beberapa mitos mengenai orang China. Di antaranya ketidakmampuan orang China berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Faktanya, generasi muda China kini mulai belajar dan berbahasa Inggris, meskipun kebanyakan orang, seperti petugas loket, sopir taksi, sopir bus, dan petugas informasi, belum menunjukkan kemampuannya dalam hal ini. Mitos tentang joroknya toilet-toilet di sana. Kenyataannya, beberapa toilet, khususnya di Badaling Great Wall, Forbidden City, Summer Palace, South Bejing Station, juga Niu Jie Mosque, tempat membuang sampah perut tersebut justru sudah dilengkapi dengan autoflush (tombol peniram otomatis), meskipun orang-orang lanjut usia dikenal tidak menyiram kotoran mereka. Mitos tentang kekurangcocokan China bagi orang Islam. Realitas berkata lain. Walaupun tidak semudah jika berkunjung ke negara dengan mayoritas penduduknya muslim, namun di sana bayak terdapat masjid dan beberapa restoran dengan label halal. Mitos mengenai kesombongan dan keangkuhan orang China. Faktanya tidak sepenuhnya demikian. Memang banyak yang suka menyerobot antrean, acuh tak acuh kepada orang lain, berbicara dengan nada tinggi, serta menunjukkan kemarahan. Akan tetapi, banyak pula yang tidak keberatan ketika dimintai bantuan untuk menunjukkan jalan.

Yogyakarta, 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar