Rabu, 24 Oktober 2012

Mengejar Hakikat Kebenaran Lewat Alam (Resensi_Riza Multazam Luthfy, terbit di harian "Koran Jakarta" edisi Rabu, 24 Oktober 2012)

Judul: Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
Penulis: Agus Sunyoto
Terbit: Juli 2012
Penerbit: LKiS Yogyakarta
Tebal: 564 halaman
Harga: Rp. 85.000,-

Novel ini menghadirkan bacaan yang liar, nakal, ganjil, namun tetap menyimpan daya vitalitas. Penulis telah melahirkan Suluk Abdul Jalil Syaikh Siti Jenar (Seri 1-7) dan Rahuvana Tattwa. Dalam novel terbarunya ini, mantan wartawan yang dikenal gemar melawan arus pemahaman banyak orang tersebut berupaya menyodorkan perspektif baru perihal karya-karya teks kuno.
Pembaca diajak memahami konsep "Sangkan Paraning Dumadi" (tempat berasal dan kembalinya segala makhluk). Dalam pandangan Jawa, segala yang berada di alam semesta berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Dengan memahami asal (sangkan) dan tujuan (paran) segala ciptaan (dumadi), dengan sendirinya manusia bisa mencapai taraf kebenaran sejati.
Mengenai "Sangkan Paraning Dumadi", Agus Sunyoto menggambarkannya dengan percakapan spiritualtransendental antara Saya Sudrun dengan Kiai Pusponegoro, di atas "watu gilang" yang teronggok seperti meja di luar gerbang suatu makam. Seusai mengalami peristiwa aneh dalam kondisi antara sadar dan tidak, Saya Sudrun-dalam dimensi yang menegangkan-mengetam wejangan dari Kiai Pusponegoro. "Ketahuilah, o anak, yang disebut Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah sebuah rangkaian makna perjalanan insan kembali ke mata air yang hakiki. Itulah yang disebut Ilmu Sangkan Paraning Dumadi," (halaman 88).
"Sangkan Paraning Dumadi" sebenarnya kembali pada Tuhan, seperti dalam tembang Dhandhang Gula: Saking pundi kawitane nguni/ Manungsa kutu walang ataga/ Kang gumelar ngalam kiye/ Sayekti kabeh iku/ Mesthi ana ingkang nganani/ Yeku Kang Karya Jagad/ Ingkang Maha Agung/ Iku kang dadi sangkannya/ Iya iku kang dadi paranireki/ Sagunging kang dumadya/ (Dari mana asal-mulanya dulu Manusia dan segala makhluk Segala yang ada di alam ini Sebenarnyalah semua itu Pasti ada yang mengadakan Yaitu Pencipta Alam Semesta Tuhan Yang Maha Agung Itulah asal-mula Dan itulah pula tujuan akhir Dari semua yang ada).
Novel ini mengisahkan perjalanan seseorang dalam mencari kebenaran sejati, Sudrun, pemuda yang dianggap gila. Nama belakang Sudrun adalah gelar karena tingkah anehnya.
Waktu sekolah SD, dia pernah disuruh menyelesaikan soal. Dia pun mengerjakan tanpa sedikit pun merasa kesulitan. Akan tetapi, murid-murid lain tertawa terbahak-bahak melihat garapannya yang dianggap langka. Ketika sang guru bertanya perihal rumusnya, dengan polos Sudrun mengatakan memakai rumus hitungan tukang nomer buntut togel.
Contoh lain, anggapannya tentang sosok Ita Martina. Perempuan yang dicintai setengah mati itu diyakini sebagai makhluk lemah yang terbuat dari lilin. Jika dicubit tubuhnya rusak dan mengalirkan cairan kuning hangat. Sudrun kecewa ketika suatu hari mendapati Ita Martina ternyata manusia biasa.
Romo Noyogenggong memberi kesejukan dengan mengatakan, "Saya tahu sampean bukan orang senewen, apalagi gendeng. Sampean hanya orang yang jujur dan menceritakan apa yang sampean rasakan dengan cara apa adanya. Tetapi kejujuran sampean itu justru tidak bisa diterima oleh masyarakat sebab masyarakat pada dasarnya sudah dicemari oleh kedustaan dan kebohongan" (halaman 68).
Peristiwa-peristiwa spiritual juga sering dialami Sudrun. Misalnya, dia pernah melihat semacam cahaya merah dan biru berkilau-kilau. Setelah wangi mawar dan melati menyentuh penciumannya, dia menemukan bayangan dengan wajah cemerlang. Ternyata orang itu tiada lain adalah bapaknya yang telah meninggal.
Melewati berbagai peristiwaperistiwa yang sukar ditelan logika, akhirnya di pucuk cerita, Sudrun berhasil merengkuh tujuan. Dia mampu meresapi desau angin, nyanyian belalang, bunyi kodok, dan gemerisik dedaunan. Setiap gerak benda mengingatkannya kepada Yang Ilahi.

Yogyakarta, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar