Rabu, 22 Mei 2013

Al-Qur’an pun Membongkar Umur Bumi (Resensi_Riza Multazam Luthfy, terbit di harian "Tribun Jogja" edisi Minggu, 19 Mei 2013)

Judul: History of Earth (Menyingkap Keajaiban Bumi dalam Al-Quran)
Penulis: Agus Haryo Sudarmojo
Terbit: Maret 2013
Penerbit: Bunyan (Bentang Pustaka)
Tebal: xvi + 220 halaman
ISBN: 9786027888180
Harga: Rp 42.000,-

Berbeda halnya dengan beberapa karya lain tentang sains yang melulu berbicara dalam kacamata ilmu pengetahuan, buku ini memiliki misi agung dalam upaya menghubungkan antara dua kutub yang bagi beberapa kalangan kerap dipertentangkan, yaitu sains dan agama.
Hingga detik ini, pertanyaan mengenai awal terbentuknya bumi sebagai pijakan dan loka bermukimnya manusia jarang berjodoh dengan jawaban memuaskan. Iniah titik pangkal kecemasan penulis yang lambat laun menjadi latar belakang mengapa timbul hasrat untuk menguak permasalahan yang masih diselimuti kabut misteri tersebut dengan jalan meneropongnya melalui lensa agama, khususnya Islam.
Ikhtiar menelanjangi sejarah terciptanya bumi sebagai salah satu fenomena sains dilakukan penulis dengan cara menggali khazanah yang berasal dari ayat-ayat Al-Quran. Hasilnya mencengangkan! Selain menghidangkan fakta-fakta yang sukar ditolak logika, apa yang dipetik dari Al-Quran mampu melengkapi perbendaharaan keilmuan yang tentu saja menghibahkan titik terang bagi para ilmuan. Bagi orang Islam, barang tentu hal ini dapat mempertebal keimanan. Mengingat, dalam Islam wahyu Tuhan (Al-Quran) mempunyai tempat khusus dalam diri para pemeluknya. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa Al-Quran merupakan sumber utama sekaligus pertama dalam agama Islam. Tak ayal, jika dalam mengarungi samudra kehidupan, Al-Quran senantiasa didaulat menjadi pedoman, demi menggapai kebahagiaan di dunia maupun di alam baka.
Sebagai misal, dengan menggabungkan informasi dari dua ayat, yaitu Surat As-Sajadah: 4 dan Surat Fushshilat: 9, serta data sains tentang umur bumi, penulis ingin mengetahui dapatkah sebuah analisis tentang umur langit dihasilkan? Berdasarkan Surat As-Sajadah: 4, Allah SWT. menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, sedangkan pada Surat Fushshilat: 9 disebutkan bahwa bumi diciptakan dalam dua masa. Sementara itu, berlandaskan pada umur meteorit tertua yang ditemukan, para ahli geologi menyatakan bahwa bumi berusia 4,56 x 109 tahun. (halaman 18)
Perbandingan umur bumi dan langit adalah 2 : 6 = 1 : 3, sehingga bisa dihitung umur langit 4,56 x 109 x 3 = 13,68 x 109 tahun atau 4,56 x 109 : 2 = 2,28 x 109 tahun. Jadi, umur alam semesta sejak pemisahan langit dan bumi versi al-Quran yaitu 6 x 2,28 x 109 tahun = 13,68 x 109 tahun. Jika dibandingkan dengan versi sains yang mengatakan bahwa umur alam semesta sejak peristiwa Big Bang adalah 13,7 x 109 tahun, maka terdapat selisih sekitar 20 juta tahun. Dalam ilmu kosmologi, perbedaan ini dapat ditoleransi. Berdasarkan perhitungan sederhana tersebut, penulis menyimpulkan bahwa peristiwa Big Bang jelas terkait dengan kehadiran planet bumi yang tercipta kurang lebih sembilan miliar tahun setelah ledakan dahsyat kosmis tersebut. Dengan demikian, firman-firman Allah SWT. dalam al-Quran menjelaskan umur langit dan bumi dengan cukup akurat. (halaman 19)
Di samping membidik fenomena terciptanya bumi, penulis juga mencermati munculnya makhluk-makhluk melata di planet bumi, yang merupakan bagian awal kehidupan kompleks di bumi. Kejadian ini oleh ahli paleontologi disebut sebuah “Ledakan Kehidupan Kambrium”. Secara tiba-tiba muncul jutaan makhluk, seperti trilobite dan mollusca yang tersebar di seluruh dasar lautan. Data-data sains telah menjelaskan bahwa proses ledakan kehidupan tersebut bukan berasal dari proses evolusi makhluk sebelumnya, dengan pertimbangan bahwa belum ditemukan makhluk multi-cell yang lahir sebelum planet bumi berumur kurang lebih 650-543 juta tahun. Yang ada hanyalah makhluk bersel tunggal atau disebut single cell yang selama miliaran tahun bertebaran di bumi.
Guna membandingkan fakta di atas, penulis mencuplik Surat Asy-Syura: 29, “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah menciptakan langit, bumi, dan makhluk-makhluknya yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Mahakuasa mengumpulkan semuanya apabila Dia kehendaki.” (halaman 140)
Dapat dipahami bahwa ayat di atas menjelaskan penyebaran makhluk melata bersel tunggal maupun bersel banyak, sehingga dengan sendirinya memberi sangkalan terhadap Teori Evolusi Darwin yang pada intinya mengatakan kehidupan makhluk multiseluler berasal dari sebuah evolusi kehidupan makhluk bersel tunggal yang lahir sebelumnya. Suatu kejanggalan apabila dikatakan, binatang-binatang turunan dapat terus berevolusi menjadi ikan, amfibi, serangga, reptil, dinosaurus, mamalia, burung, dan sebagainya sampai pada primata dan manusia.
Sayangnya, buku yang pernah terbit dengan judul Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Quran pada 2008 oleh Penerbit Mizania ini ditulis dalam corak perpaduan sains dan agama yang hanya mendasarkan pada logika, sehingga kerangka penafsiran yang dikembangkan oleh penulis mengesampingkan sejumlah karya tafsir yang telah ada. Apalagi, penulis bukanlah ahli agama—sebagaimana diakui dalam kata pengantarnya—yang memberanikan diri untuk menelaah ayat-ayat al-Quran dalam sudut pandang berbeda dengan memanfaatkan bahasa sains populer. Meskipun tidak serta merta menukil pendapat sejumlah ahli tafsir kontemporer, semisal Muhammad 'Abduh, Mahmud Syaltut, dan Ahmad Sayyid Al-Kumiy, seharusnya penulis mengadakan perbandingan dengan pendapat-pendapat yang telah mendahuluinya, demi memperkaya pengetahuan pembaca.

Yogyakarta, 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar