Senin, 17 April 2017

Adab Sebuah Kentongan (Teroka_Riza Multazam Luthfy, terbit di harian "Kompas" edisi Senin, 17 April 2017)


Kentongan merupakan alat komunikasi yang digunakan masyarakat tradisional di banyak daerah di Indonesia. Berbahan kayu panjang dengan lubang di tengahnya, alat ini biasanya berfungsi sebagai alat penyampai informasi atau kabar bagi warga tentang peristiwa-peristiwa penting di tempat tinggal mereka.
Termasuk di antaranya memberitahukan terjadinya peristiwa genting, seperti kebakaran, pencurian, kematian, banjir, dan bencana alam lainnya. Dalam momen-momen ini, manfaat kentongan menjadi sentral (Hery Nuryanto, 2012).
Bertempat di gardu, balai desa, alun-alun, atau lokasi publik lainnya, kentongan juga didaulat oleh penguasa lokal sebagai sarana mengundang warga. Setelah menerima kode tertentu, mereka berbondong-bondong berkumpul di suatu tempat. Sebagai medium efektif pengikat komunitas, kentongan menyatukan siapa saja, baik berstatus sosial tinggi maupun rendah. Dalam taraf tertentu, ia membantu mewujudkan masyarakat ”tanpa kasta”.
Ikatan kekeluargaan, jalinan kekerabatan, dan hubungan kerja pun dapat dikukuhkan dengan kentongan sehingga gejala-gejala permusuhan dan perpecahan dapat diredam. Di sini lah kentongan berperan mengondisikan khalayak untuk menciptakan kebersamaan dalam pelbagai perbedaan: karakter, profesi, ataupun latar belakang pendidikan.
Karena itu, banyak masa dan ruang di mana kehidupan desa tak bisa lepas dari peran kentongan. Harmoni kehidupan, toleransi, dan gotong-royong tercipta karena adanya kentongan. Dalam derajat atau pengertian tertentu, demokrasi lokal dan interaksi sosial mesti berutang budi pada kentongan. Kentongan pun menjadi semacam pengetuk hati dan pikiran semua anggota masyarakat untuk mengedepankan rasa persaudaraan pada warga lainnya ketimbang kehendak atau kepentingan pribadinya.

Dentang masa depan
Dalam pandangan di atas, sebenarnya kentongan memiliki peran lebih dalam sebagai jaminan terciptanya bukan saja harmoni atau order (ketertiban), melainkan juga masa depan yang lebih baik. Masa yang dirancang, diproses, dan terbentuk karena terjaganya order dan kerja sama kreatif serta produktif saat kentongan bertalu.
Para pemimpin dan elite desa dapat menjalankan fungsi secara optimal. Rakyat pun bekerja dengan kesungguhan dan kegembiraan yang penuh inovasi.
Kentongan kini bukan sebilah kayu atau bambu mati belaka, melainkan seperti bunyi mendentang dari masa datang. Dengan ukuran, bentuk, serta beratnya yang ringan dan sederhana, para peronda atau penggunanya dengan mudah membawanya saat bertugas. Dengan berjalan kaki, mereka berbekal kentongan guna memastikan apakah desa dalam kondisi aman atau darurat.
Ritme, suara, dan jumlah pukulan yang timbul dari kentongan menunjukkan alasan dan tujuan mengapa kentongan dibunyikan. Di dalamnya terkandung pesan yang mesti diketahui semua warga desa.
Karena itu, demi menghindari kesalahpahaman, warga dituntut peka terhadap berapa kali kentongan berbunyi, seberapa keras ia dipukul, bagaimana irama, bahkan nada musikal yang dihasilkan.
Saat malam begitu larut, suara kentongan yang lembut seperti menganugerahi rasa aman dan nyaman. Inilah sumbangan tidak kecil kentongan dalam menciptakan rasa ”bahagia” masyarakat penggunanya.
Bunyinya yang lumayan nyaring dapat menjangkau tempat yang agak jauh tanpa bantuan pelantang. Termasuk kepada mereka yang siang hari disibukkan pelbagai tugas, kerja, atau tanggung jawab.
Desa pun secara mandiri menjadi siaga karena ia menjadi penanda paling awal jika terjadi musibah, baik alam maupun sosial-budaya. Satu bunyi yang membuat semua pihak siaga dan cepat mengantisipasi keadaan sehingga timbulnya korban bisa dihindari dan bencana pun dapat segera diatasi.
Di Bali, kentongan tak hanya berfungsi sebagai pertanda siaga, bahaya, ataupun musibah. Ia juga menjadi pertanda kebahagiaan ketika dibunyikan pada acara pernikahan. Bagi orang Bali, pernikahan begitu sakral sehingga ia patut, bahkan wajib, disaksikan dan diikuti sebanyak mungkin warga.
Ketika kehidupan manusia masih dilingkupi mitos dan takhayul, hadirnya kentongan merupakan capaian luar biasa. Ia menampilkan ”teknologi purba” yang menampung kreativitas dan daya cipta manusia. Sayangnya, seiring perubahan zaman, fungsi kentongan pun mulai bergeser. Kini, kentongan semakin ditinggalkan.
Di sejumlah desa, ia kian jarang ditemukan. Alat komunikasi modern semisal gawai mengambil posisi dan perannya. Ia justru beralih fungsi sebagai simbol kekuasaan lokal. Beberapa rumah kepala desa dilengkapi kentongan. Rumah berhias kentongan memuat makna bahwa seseorang yang berada di dalamnya dibekali mandat untuk mengatur desa. Warga desa wajib mematuhi apa yang ”dititahkan” si pemilik kentongan.
Bagi sebagian orang, kentongan adalah aksesori rumah yang menjanjikan kenangan dan romantisisme. Di dalamnya tersimpan ingatan tentang indahnya kehidupan masa lampau. Ia mencatat bahwa sejarah manusia bermula dari kesederhanaan, termasuk dalam penggunaan alat komunikasi yang bermakna.

Bojonegoro, 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar