Selasa, 23 Oktober 2018

Di Balik Kantor Desa yang Mewah (Gagasan_Riza Multazam Luthfy, terbit di harian "Solo Pos" edisi Senin, 22 Oktober 2018)


Para netizen dikejutkan dengan tersebarnya foto-foto infrastruktur lokal yang kemudian menjadi “viral”. Mereka seolah terhenyak saat menyaksikan gedung kantor Desa Kemuningsari Kidul, Jember, Jawa Timur, yang cukup unik lantaran didesain mirip istana negara. Sejarah pendirian kantor desa tersebut bermula dari inisiatif warga setempat pada 2013 yang menginginkan kantor desa representatif. Sebagai tindak lanjut atas aspirasi masyarakat, Kepala Desa bersama BPD, tokoh masyarakat, serta kaum pemuda, akhirnya berembuk dan sepakat untuk merealisasikannya.
Keunikan gedung kantor desa yang menelan biaya pembangunan sekitar Rp 1,8 miliar tersebut memancing perhatian publik. Banyak warga yang berasal dari luar desa berdatangan ke sana sekadar untuk berswafoto di depannya. Upaya merespons beragam atensi dilakukan oleh pemerintah desa dengan menggagas rencana pengembangan bangunan. Kepala desa beserta jajarannnya bakal menghadirkan taman bermain dan warung makan di sekitar kantor desa sebagai ikhtiar memanjakan siapa saja yang “berwisata” ke tempat tersebut.

Local Genius
Bila ditelusuri, penampilan kantor desa yang megah tidak hanya ditemukan belakangan. Pada masa silam, sebagian kantor desa genap menunjukkan kemewahan. Berdasarkan pemberitaan surat kabar Kuang Po edisi 31 Oktober 1955, Kepala Desa Giripurwo, Wonogiri, Jawa Tengah, bersama tokoh masyarakat, sedang sibuk membangun balai desa raksasa dengan anggaran yang cukup besar. Uniknya, kegiatan renovasi gedung yang terletak di Selapadi di atas tanah seluas 700 meter persegi tersebut disokong dengan iuran masyarakat. Fakta ini menggambarkan bahwa di balik kemewahan balai desa tersimpan kekompakan, kebersamaan, serta gotong royong.
Urgensi dan fungsi kantor desa bagi jalannya pemerintahan desa memang tak bisa dinihilkan. Pelayanan administrasi dan kepentingan masyarakat setiap hari berlangsung di sana. Boleh jadi alasan inilah yang membuat masyarakat di negeri ini berlomba menghadirkan kantor desa yang megah. Usaha mewujudkan kantor desa yang representatif dan enak dipandang juga mempunyai pertimbangan bahwa balai desa terbukti berperan memelihara adat-istiadat dan kearifan lokal (local genius) yang diwariskan lintas generasi.
Di Desa Sukamarto, Temanggung, Jawa Tengah, balai desa menjadi sarana berlangsungnya kirab budaya. Mengenakan busana adat Jawa dan membawa nampan berisi ingkung bebek dan tumpeng, warga setempat berkumpul di halaman balai desa. Saat tiba waktunya, ratusan orang berjalan kaki diiringi tetabuhan tradisional oleh kelompok kesenian lokal menuju makam sesepuh desa. Lokasi peristirahatan terakhir leluhur yang biasa disapa Simbah Habib tersebut berjarak 600 meter dari balai desa. Kegiatan mendatangi makam leluhur serta berdoa bersama di sana menyimpan harapan agar warga setempat senantiasa mengingat jasa leluhur yang telah tiada.

Dilema
Kesan megah yang terlanjur melekat pada kantor Desa Kemuningsari Kidul tentu berdampak positif. Boleh jadi motivasi dan semangat kerja pamong berlipat ganda setelah beberapa fasilitasnya memperoleh perbaikan. Seiring dengan semakin meningkatnya kondisi fisik kantor desa, mereka dapat menjalankan amanah dengan sungguh-sungguh. Terciptanya good governance di level lokal salah satunya tergantung pada kedisiplinan dan kerja keras pamong.
Adapun harapan atas terwujudnya kejujuran, keterbukaan, dan akuntabilitas semakin besar. Bagaimanapun, mereka adalah aktor lokal yang dipercaya mampu menciptakan nilai-nilai demokratis di level akar rumput. Dalam konteks ini, bangunan kantor desa mempengaruhi cara berpikir pamong. Aspek material dalam taraf tertentu turut membentuk sekaligus mewarnai aspek psikis manusia.
Terdongkraknya citra dan image kantor desa juga mengakibatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah desa meningkat. Baik individu, swasta, maupun lembaga pemerintahan dapat menjadikan pemerintah Desa Kemuningsari Kidul sebagai mitra kerja. Selain menyediakan lapangan kerja, memunculkan bermacam alternatif sumber ekonomi, serta mendirikan sentra produksi bertaraf lokal, keuntungan finansial yang diperoleh dari berbagai bentuk hubungan dan kerja sama bisa digunakan untuk mengatrol sumber daya manusia (SDM) warga setempat. Ikhtiar membekali berbagai lapisan masyarakat dengan soft skill merupakan modal berharga sekaligus merepresentasikan kepentingan jangka panjang.   
Namun demikian, ada dampak negatif yang sukar dihindarkan. Pembangunan gedung kantor desa yang semestinya mendekatkan pamong dengan masyarakat, justru rentan menjauhkannya. Sehingga, pembangunan tidak menghasilkan harmonisasi, melainkan ketimpangan dan jarak sosial. Selama ini, kesan formal pada kantor desa seringkali membuat pemenuhan urusan masyarakat kurang optimal. Minimnya kepuasan publik terhadap peran dan tugas pamong antara lain dikarenakan sebagian lapisan masyarakat, terutama orang-orang berstatus sosial rendah, merasa segan untuk pergi ke sana.
Padahal, renovasi gedung kantor desa seyogyanya menjadikan kinerja pemerintah desa lebih efektif dan maksimal. Mereka yang duduk di jajaran pemerintahan di aras lokal mampu memanfaatkan keamanan dan kenyamanan kantor desa demi terwujudnya kepentingan publik. Dilema inilah yang seharusnya disikapi dengan bijak oleh pemerintah desa. Tata kelola balai desa atau kantor desa yang baik tentu mengundang ekses positif. Begitu pula sebaliknya.

Bojonegoro, 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar