Selasa, 03 November 2015

Peran Pendamping Dana Desa (Gagasan_Riza Multazam Luthfy, terbit di harian "Koran Jakarta" edisi Selasa, 3 November 2015)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi sedang menyeleksi pendamping dana desa (PDD) yang akan membantu penyusunan laporan keuangan dana desa (DD) serta penggunaannya. Mereka wajib mengawal kepala desa beserta aparatur desa lainnya dalam menggunakan anggaran (Koran Jakarta, 02/11).
PDD dipercaya memfasilitasi aparatur desa agar DD dibelanjakan sesuai keperluan. Jangan sampai DD justru menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Proses rekruitmennya harus akuntabel dan transparan. Publik harus dapat secara leluasa memantau proses seleksi PDD. Keterbukaannya penting  karena termasuk  informasi publik. Masyarakat sepatutnya memperoleh kemudahan  mengikuti proses dan hasilnya.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar menyebutkan bahwa PDD untuk meneguhkan komitmen pelaksanaan UU Desa, pendampingan aparatur desa, serta pengawasan penggunaan DD. PDD  membantu kepala desa dan  aparaturnya, terutama dalam laporan keuangan DD. Program ini relevan karena akhir-akhir ini timbul kekhawatiran terjadi penyimpangan DD. Kepala daerah  takut terjebak dalam tindak pidana korupsi dan dipenjara.
Mekanisme dan persyaratan  selayaknya dapat diakses secara luas. Peraturan Menteri No 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Dana Desa tidak semestinya berhenti pada tataran legal-formal, tapi juga dijalankan secara konsisten. Harapannya, setiap orang memiliki peluang sama menjadi PDD. 

Transparansi
Masyarakat berhak berpartisipasi bagi perkembangan dan kemajuan desa. Penentu kelolosan seseorang menjadi PDD jangan lagi primordial atau  relasi dengan aktor politik dan pejabat publik, tapi kompetensi dan kualitas. Semua berhak menjadi PDD, termasuk anggoa lembaga sosial masyarakat. Mereka berkesempatan mengajak masyarakat desa lebih mandiri dan tidak bergantung pada arus kekuasaan  di atasnya.
Di samping itu, terbukanya akses informasi menjadikan masyarakat lebih peka terhadap kebijakan pemerintah. Mereka bisa melontarkan kritik dan evaluasi, apakah dalam pemilihan PDD ada  kongkalikong,  diskriminatif, dan manipulatif. Hal ini penting, mengingat wacana dan praktik PDD  sangat rentan dipolitisasi. PDD yang bercorak independen, kritis, dan transformatif tidak boleh dimanfaatkan  oknum tidak  bertanggung jawab.
Dalam tataran teoritis, prinsip transparansi dan keterbukaan dalam rekruitmen PDD  dilakukan sejak tes administrasi, tertulis, sampai wawancara. Setiap tahapan  dirancang untuk melahirkan para penyokong kebangkitan pemerintahan desa. Pemerintah tengah mengutamakan pembangunan daerah pinggiran yang selama ini diasumsikan tertinggal dan terbelakang. Dengan DD, diharapkan potensi sumber daya desa, baik SDM maupun SDA bisa dioptimalkan. Disparitas pembangunan antarwilayah bisa diminimalisir dan angka kemiskinan ditekan.
DD berperan penting dalam mengefektifkan program perdesaan secara merata,  berkeadilan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam DD terdapat dimensi kepentingan publik berupa transparansi, akuntabilitas, serta orientasi  kepentingan masyarakat. Itulah sebabnya, DD  harus dialokasikan secara jujur, terbuka dan berprinsip demi kepentingan umum.
Akan tetapi, boleh jadi, dalam tataran praktis, “proses pencomotan” PDD dikotori mereka  yang menyimpan beragam kepentingan. Akibatnya, agenda membangun desa malah dijadikan ajang transaksional.
Berdasarkan laporan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), muncul dugaan politisasi posisi PDD sejumlah daerah. Gaji PDD untuk kepentingan salah satu partai politik. Dokumen mirip kontrak antara PDD dan partai menunjukkan adanya perjanjian yang mewajibkan PDD menjadi kader. Konsekuensinya, potongan gaji disetorkan untuk partai. PDD juga bisa dimanfaatkan untuk  corong kepentingan partai.

BPMD
Program pendampingan desa on the right track atau diselewengkan bisa dicek melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD). Peran BPMD dalam mendampingi masyarakat desa untuk mengokohkan prinsip good governance. Yang   dirugikan bisa memanfaatkan BPMD mencari solusi.
 BPMD  untuk  memberdayakan masyarakat desa. Dengan pendekatan komprehensif dan holistik, badan ini berusaha memposisikan masyarakat sebagai subyek pembangunan. Ini berbeda jauh dengan dinas, badan, atau lembaga lainnya, yang mengagendakan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan sektoral.
BPMD merupakan  penggerak pembangunan kawasan perdesaan yang dapat mendorong dan memotivasi aparatur desa dalam mendongkrak profesionalisme, konsistensi kinerja, serta pelayanan. Kedekatan BPMD dengan para stakeholder desa membuatnya mempunyai langkah inovatif, dinamis, sistematis, terencana, dan berkelanjutan dalam memberdayakan masyarakat desa. BPMD mengupayakan  masyarakat desa mampu memenuhi kebutuhan hidup.
Secara konseptual, pendampingan menempatkan pendamping dan masyarakat sebagai dwi subjek. Sementara DD sebagai objeknya. Atas dasar inilah, secara teknis, PDD  lebih bersifat politis dan strategis. Dalam pendampingan terkandung upaya mengatasi kesulitan  masyarakat desa dan  tersimpan ikhtiar memenuhi kebutuhan warga (Firmansyah, 2015).
Lebih lanjut, Firmansyah berpandangan, “Pendampingan merupakan sebuah proses pengorganisasian orang (masyarakat), ide dan gagasan untuk menjawab berbagai permasalahan manusia secara multidimensional. Pendampingan dalam konteks pemberdayaan masyarakat tidak hanya tampil sebagai model dan sistem atau alat, tapi juga sebagai kaidah untuk mengkaji berbagai dimensi kehidupan manusia dari berbagai aspek.”
Proses pendampingan mengupayakan pembangunan kawasan perdesaan dapat berjalan maksimal, sehingga membawa banyak manfaat bagi masyarakat. Adanya PDD harus berdampak serius terhadap masalah ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Yang tidak kalah penting, PDD dituntut sanggup menciptakan desa mandiri yang mengokohkan prinsip, nilai, dan harmoni sosial. Jika desa mandiri berhasil terbentuk, hubungan masyarakat berdasarkan prinsip kesukarelaan, kebersamaan, dan gotong-royong akan terbangun dengan sendirinya. Sehingga, solidaritas sosial menjadi ciri utama dalam pola hubungan antar individu, keluarga dan masyarakat di dalamnya.
Pendampingan mengandung upaya pengorganisasian terus menerus agar masyarakat desa mampu memenuhi kebutuhanya, mengatasi permasalahannya, mengartikulasikan pandangannya, serta meningkatkan kemandirian (self reliance). Dengan kedewasaan berpikir, masyarakat desa senantiasa didorong untuk berpartisipasi aktif dalam mengambil keputusan, mengolah kreativitas sosial, memanfaatkan sumber daya, dan mengatasi keberagaman identitas. Boleh dibilang, diberdayakannya energi, pikiran, dan potensi PDD sebenarnya lebih bersifat idealis daripada pragmatis.

Bojonegoro, 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar