Kamis, 28 Juni 2012

Puisi_Riza Multazam Luthfy (Terbit di harian "Global" edisi Minggu, 27 Maret 2011)


Gadis Centil dan Tembang Kenangan

tembang kenangan lirih terdengar
dinyanyikan pengamen jalanan

ketika pengamen itu
tepat didepan mata
langsung kuingat dirimu
gadis centil yang
membuat hati
berdecak kagum

kutirukan suara itu
dan ia
semakin keras
menyanyikan tembang kenangan

semakin keras
ia bernyanyi
semain banyak
kuberi

aku bertanya dalam hati:
"ia bernyanyi,
untuk menghibur
atau mengemis uang?"

barangkali,
ia bernyanyi hanya untuk uang
bukan untuk hiburan

tapi, aku berterima kasih
kepadanya
karena lewat tembang itu
otakku bisa mengurai wajah
gadis centil
yang sepuluh tahun
tak kulihat

wahai, pengamen jalanan
tolong sekali lagi
kaunyanyikan tembangmu
semakin keras
kau bernyanyi
semakin banyak
kuberi

o, pengamen jalanan
tolong sekali lagi
kaunyanyikan tembang kenangan
agar ku bisa mengingatnya
lebih lama
gadis centil yang sempat
membuat hati
berdecak kagum

Bojonegoro, 2008


Kopi Luar Biasa

segelas kopi malam ini. ungkapan kasih dari sang istri. yang tak lupa dengan janji pagi. hangatnya menembus imaji. aromanya mengelus sanubari. memang rasanya tak bisa dibagi. walau dengan cahaya mentari.

pagi itu, kauminta uang untuk beli bubuk kopi dan gula. segera kutunjukkan di saku celana bagian depan. di dompetnya, ada foto dua insan saling berkencan. ya, itu foto kita bersama saat masih muda. satu kenangan manis ketika remaja lugu berbicara tentang cinta. kucium keningmu dan kurangkul dengan mesranya. kudekatkan bibirku ke telinga kirimu. lalu kubisikkan kata-kata sastra. layaknya seorang pujangga terkenal. kau terlihat bahagia. hatimu merekah bak bunga matahari yang baru saja keluar dari peraduannya. indah, sungguh indah. suatu masa yang diselimuti seribu tanya: apa arti kesetiaan?. apa makna pengorbanan?.

tanpa pikir panjang, kauambil foto itu lalu pergi ke toko milik tetangga. kaubilang: beli bubuk cinta dan gula sayang!. sejenak mereka tertawa melihat ulahmu yang tampak kebingungan. kau masih saja terbayang dengan rayuan gombal yang pernah kuucapkan. wajahmu merah padam. kaucoba tutup malumu dan mencoba lagi untuk kedua kalinya: beli bubuk cinta dan gula sayang!. merekapun heran bercampur tanya: ada apa gerangan?. tapi, suasana jualah yang membuat mereka harus menyerah dan sadar bahwa kauinginkan bubuk kopi dan gula. 

sesampai di rumah, kausimpan bubuk kopi dan gula itu di rak dapurmu. tepat jam dua belas malam, kauhidangkan kopi itu di meja kamarku. diiringi musik nostalgia, foto itu kaupajang di sebelahnya. kupandangi foto itu. lalu kubandingkan dengan yang aslinya. ternyata, aku sudah jauh berbeda. begitu pula dengan dirimu. cantiknya tak sama dengan yang dulu.

kuminum kopi itu seteguk demi seteguk. memang begitu nikmat. kentalnya menyumbat luka. manisnya membuat lidah tak berrasa. tanpa sadar, kuulangi adegan persis di foto itu. kukecup keningmu seribu sayang. kurangkul pundakmu dengan mesra dan kulantunkan sebuah syair dadakan: "apa arti kesetiaan, apa makna pengorbanan?". kau pun tersentak dan berbisik lirih: "memang, ini kopi luar biasa!".

Bojonegoro, 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar