Kamis, 28 Juni 2012

Puisi_Riza Multazam Luthfy (Terbit di majalah "Annida " edisi Juni 2009)


Cukup Hijaumu

di bibir hijaumu kami temukan arti rindu. di senyum hijaumu kami dapatkan makna cemburu. memang, hijau auramu slalu turunkan salju cinta. hijau jiwamu kalahkan birahi kalbu.

kami ingin berpulang ke belai basahmu. karena basahmu damaikan kering kerontang. basah yang membawa seribu hijau. kami tak tahu, apakah waktu sedang berjalan atau mampir di warung rembulan. kami tak ingin lihat sang waktu. karena bagi kami, ia selalu terlihat hitam. tak pernah tampak hijau. bila kau lupa bawa sinarmu yang hijau. ambil sinar bintang yang sedang tampakkan wajah berbinar. jangan yang biru, tapi yang hijau saja. kami ingin kau basuh wajah dan tubuh kami dengan elus jarimu. ya, jemarimu yang hijau lembut. kami berangan agar kau tak cepat menghilang. elus rambut kami. tidurkan dalam hangat ranjangmu yang hijau selimutnya.

tak usah kau rayu kami dengan merah, kuning, biru, atau kelabu. itu warna duniamu. kami tak suka dibawa ke sana. karena di sana tak ada cinta. tak ada hijau. bagi kami, cukup hijaumu yang kan selalu menyertai. di mana dan kapanpun kami pergi.   

Malang, 2008


Kutu Cinta & Jera Rosalina

setelah
kukembalikan
diarynya

Rosalina berkata
padaku:

"kau yang tlah sepi,
 jelma kutu cinta
 tak perlu juangkan
 biru setiamu"

akupun terhenyak
dan menjawab
dengan
ngilu seribu:

"ya, aku
 memang kutu,
 tapi kutu
 yang tak lemas
 hanya
 dengan jeramu"

Malang, 2008


Bingkai Dinding Hatiku

lembah dalam itu kausematkan pada dinding hatiku yang ngilu. aku tahu bahwa memang ia bakhil kepada siapa saja. pun dengan jiwamu yang mulai mengeriput. sungguh, ia tak pernah sadar kalau ia butuh sejarah cinta, sebutuh aorta pada darahmu.

tulis saja surat wasiat. agar ia belajar bosan dari perasaan. perasaan yang membuncah saat terdengar riuh gaung kepulangan jiwa pada si empunya. jangan biarkan ia jadi berkeras, sekeras batu sungai kehidupan. atau malah membenteng, jadi pusat serdadu rindu.

ya, dari dulu ia tak rela ditindas jiwamu yang katanya suka egois. karena sebenarnya ia lebih egois dari sifatku yang lahir bersama si raga. akupun telah lama berganti hati. karena tak cocok jadi pasangannya. ia punya seribu haus luka, tapi tak mau berkorban tawa.

sebelum ia membabat si sulung jiwa. ijinkan aku saja yang membungkam mulutnya, melubangi bata dan semen yang membungkus rangkanya. kan ku selipkan di dada kirinya sebungkus dendam dan sebutir peluru sembilu.

Malang, 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar