Kamis, 28 Juni 2012

Puisi_Riza Multazam Luthfy (Terbit di harian "Lampung Post" edisi Minggu, 3 Juli 2011)


Pembunuh Bayaran

memalukan!
membunuh pujangga saja tak berani

serahkan urusan ini
biar tanganku sendiri
yang menghabisi

tapi sebelum berangkat menuju lokasi
bekali aku dengan sebilah puisi

Bojonegoro, 2010


Alasan

bukan maksud kami
mengutil sarung anda, tuan

tapi karena memang
kain lusuh itu sering
anda telantarkan di jemuran

Bojonegoro, 2010


Kakek

mana cucuku
suruh ia kemari

masa dari dulu
main sama kelinci

ini ada teman baru:
seekor puisi yang
ditinggal mati sang ibu

Bojonegoro, 2010


Balsem Kakek

sudah dua hari berpuasa
hari ini ia ingin berbuka
menelan ludah
memendam amarah
memang sungguh menderita

sehabis fajar
ia pelototi tungku besar,
wajan bundar
membayangkan telur dadar
bebutir nasi, secuil ikan
yang kerap dirindukan

sambil menguap, menggelepar
ia olesi perut, sekujur pusar
dengan balsem warisan kakeknya
yang ia simpan di saku celana

lama-lama
ia makin setia
dengan kembung
yang tak mau rampung

setelah diserbu panas
ia pun merasa puas

balsemnya tinggal setengah
tapi tak ada kata menyerah

dengan bersahaja
ia berkata:  
“semoga aku bisa jalani
wasiat kakek sebelum mati
: memberikan obat mujarab ini
pada mereka, empunya hati”

Malang, 2010


Saudara

aku ingin bersatu
     denganmu
kata ibu,
kita berasal dari satu wadah
yang telah lama dijajah

lihat,
wajah kita sama
hidung agak terbuka
bibir agak ke muka
rambut kita berwarna

tapi anehnya
hati kita berlainan
yang satu kelam
yang lain bersinar terang

itu tak mengapa
yang pasti
kau sudah tahu
bahwa kita: satu ibu

meski semua mengerti
kita punya ayah tiri

Malang, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar